Kamis 11 Jul 2019 11:21 WIB

Kasus BLBI, KPK Periksa Kwik Kian Gie dan Rizal Ramli

Kwik dan Rizal diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Sjamsul Nursalim.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan Menko Ekonomi Kwik Kian Gie usai diperiksa oleh KPK, Jakarta, Selasa (6/6). Kwik Kian Gie diperiksa oleh KPK terkait kasus penertiban Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI.
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Mantan Menko Ekonomi Kwik Kian Gie usai diperiksa oleh KPK, Jakarta, Selasa (6/6). Kwik Kian Gie diperiksa oleh KPK terkait kasus penertiban Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, memanggil dua mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko Ekuin) Kwik Kian Gie dan Rizal Ramli dalam penyidikan kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Keduanya dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim (SJN).

Baca Juga

"Keduanya dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SJN terkait kasus korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.

Untuk saksi Kwik Kian Gie sudah memenuhi panggilan untuk menjalani pemeriksaan. "Nanti ya," kata Kwik saat tiba di gedung KPK, Jakarta.

Sjamsul Nursalim bersama istrinya Itjih Nursalim merupakan tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pemenuhan kewajiban pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) selaku obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

KPK telah menetapkan keduanya sebagai tersangka pada 10 Juni 2019.Sjamsul dan Itjih diduga melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp4,8 triliun.

Misrepresentasi tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun karena saat dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet dan hanya memiliki hak tagih sebesar Rp220 miliar.

Atas perbuatan tersebut, Sjamsul dan Itjih disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement