Kamis 11 Jul 2019 07:33 WIB

Polda NTB Jelaskan Kasus Pelecehan Seksual Baiq Nuril

'Ibu Baiq merasa jadi korban, tapi mendistribusikan, nah itu salah walau dia korban.'

Rep: Mabruroh/ Red: Ratna Puspita
Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril Maknun menyeka air mata saat menjawab pertanyaan wartawan pada Forum Legislasi bertema 'Baiq Nuril Ajukan Amnesti , DPR Setuju?' di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril Maknun menyeka air mata saat menjawab pertanyaan wartawan pada Forum Legislasi bertema 'Baiq Nuril Ajukan Amnesti , DPR Setuju?' di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (10/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polisi telah mengeluarkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) terkait kasus dugaan tindak pidana pelecehan seksual kepada terlapor Baiq Nuril. Dengan penerbitan surat tersebut, kasus tindak pidana perbuatan cabul yang diduga dilakukan mantan kepala sekolah kepada Baiq Nuril tidak terbukti.

“Jadi laporan itu sudah kami respons, kami proaktif, sampai saat ini belum bisa diangkat ke penyidikan,” kata Kabid Humas Polda NTB, AKBP Purnama dalam sambungan telepon dengan Republika.co.id, Rabu (10/7).

Baca Juga

Purnama menuturkan ada dua macam kasus yang berkaitan dengan Baiq Nuril, yakni kasus dugaan tindak pidana umum dan kasus ITE. Pada kasus tindak pidana umum polisi telah mengeluarkan SP2HP, sedangkan kasus ITE telah sampai pada putusan Mahkamah Agung (MA).

“Jadi ada dua perkara yang berbeda. (ITE) sudah sampai penyidikan, itu sudah clear and clean dan sudah terpenuhi unsur-unsur ITE dan tahap dua sudah diserahkan, tugas polisi sudah selesai. Sampailah ke MA sekarang dan tunggu masalah grasi atau amnesti. Itulah hukum kita,” jelas Purnomo. 

Terkait dugaan tindak pidana cabul yang dialami Baiq Nuril tidak bisa sampai ke penyidikan dan justru Baiq Nuril dikenakan ITE, menurut Purnama, polisi hanya mematuhi hukum. “Ya itu fakta hukumnya, siapa pun juga (bisa kena), 'loh saya korban kok saya yang kena?' Ya, itu masalahnya terkait yang mendistribusikan itu,” kata dia.

“Jadi tolong dibedakan, ibu Baiq ini merasa menjadi korban nih, tetapi ibu Baiq ini mendistribusikan. Nah, itu salah walaupun dia korban. Makanya kita harus hati-hati, siapa pun juga untuk mendistribusikan atau menyebarkan konten yang merugikan orang lain itu harus hati-hati,” sambung Purnama.

Mantan guru honorer SMAN7 Mataram itu kini sedang berjuang untuk mendapatkan amnesti Presiden. Sebab, Mahkamah Agung (MA) telah menolak mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan.

Baiq Nuril divonis bersalah dan melanggar Pasal 27 UU ITE. Menurut MA, Baiq Nuril terbukti bersalah karena mentransfer rekaman percakapannya dengan Muslim, mantan kepala sekolah SMAN7 Mataram.

Baiq Nuril dikenakan hukuman enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta dengan subsider tiga bulan penjara. Baiq Nuril melakukan perekaman percakapan dengan mantan atasannya itu sebagai upaya berjaga dan pembelaan diri.

Sebab, mantan atasannya ini bukan kali pertama menelepon dan mengajaknya membicarakan hal cabul. “Ya itu hukum, hukum itu dibuktikan oleh pengadilan. Jadi sudah tidak perlu lagi bahas ITE, itu sudah selesai,” kata Purnama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement