Rabu 10 Jul 2019 07:43 WIB

Kincir Air yang Selamatkan Sawah Petani

Satu kincir di Sungai Citanduy bisa mengairi lahan persawahan hingga setengah hektare

Para petani di Kampung Sukasirna, Dusun Cireundeu, Desa Manggungsari, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, membuat kincir air untuk mengairi areal persawahan yang mulai mengamali kekeringan, Selasa (9/7/2019).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Para petani di Kampung Sukasirna, Dusun Cireundeu, Desa Manggungsari, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, membuat kincir air untuk mengairi areal persawahan yang mulai mengamali kekeringan, Selasa (9/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,Para petani di Kampung Sukasirna, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, tak begitu khawatir setiap musim kemarau tiba. Mereka punya satu resep yang diwariskan secara turun-temurun agar sawah terus terairi, yaitu kincir air.

Kincir air tersebut hanya terbuat dari bambu dan kayu papan. Namun, alat sederhana itu selama ini menjadi penyelamat nasib para petani dari dampak kekeringan karena mampu mengalirkan air dari Sungai Citanduy.

Berdasarkan pantauan Republika, ada tiga kincir air dengan diameter 5-5,5 meter di aliran Sungai Citanduy. Cara kerjanya, aliran Sungai Citanduy dibendung menggunakan batu kali agar air melintasi kincir.

Dari kincir itu, air Sungai Citanduy tersalurkan melalui pipa bambu dan selang ke area persawahan. Kincir air itu dibuat sejak beberapa hari terakhir lantaran lahan pertanian di daerah itu mulai mengalami kekeringan.

Ketua Kelompok Tani Sari Mukti Odo Hadori (65 tahun) mengatakan, para petani di Kampung Sukasirna memang terbiasa membuat kincir air selama musim kemarau. Pasalnya, air dari saluran irigasi tak mampu mengairi semua lahan pertanian di wilayah itu.

"Kalau musim kemarau panjang, sawah kering, kita bikin kincir. Air dari irigasi mah hanya sampai sawah di atas, itu pun tinggal resapannya saja," kata dia saat ditemui di lokasi, Selasa (9/7).

Pembuatan kincir air hanya memerlukan waktu sekitar dua hari. Bahan baku yang diperlukan dikumpulkan dari materi yang ada di sekitar kampung. Ketika bahan baku terkumpul, para petani secara swadaya bergotong royong membuat kincir tersebut.

Jika dirupiahkan, biaya pembuatan kincir air mencapai Rp 1 juta per unit. Namun, pembuatan kincir air dinilai lebih efisien daripada menggunakan pompa untuk mengairi sawah.

"Kalau kincir kan enggak berhenti, siang-malam jalan. Kalau mesin kan pakai bensin, kerjanya hanya kalau ada bensin," ucap dia.

Ia mengatakan, Kelompok Tani Sari Mukti sebenarnya telah mendapatkan tiga buah mesin pompa air dari Dinas Pertanian untuk mengatasi kekeringan. Namun, tak ada satu pun petani yang menggunakannya. Selain karena harus mengeluarkan modal untuk membeli bensin, petani yang menggunakan pompa juga harus menanggung biaya jika terjadi kerusakan.

Menurut dia, para petani lebih memilih menggunakan alternatif dengan membuat kincir air. Apalagi, air yang mengalir di Sungai Citanduy tak pernah mengering sepanjang sejarah. "Air di Citanduy mah enggak pernah kering, jadi kita enggak khawatir. Paling perawatan saja. Bisa berhenti kalau ada batu nyangkut," kata dia.

Odo mengatakan, satu kincir yang dibuat di Sungai Citanduy bisa mengairi lahan persawahan hingga setengah hektare. Namun, ukuran itu tak baku. Semakin lama kincir air beroperasi, semakin banyak lahan persawahan yang terairi.

Di Kampung Sukasirna, luas area persawahan sekitar 25 hektare. Beberapa area persawahan masih berada di aliran irigasi, sedangkan sekitar delapan hektare area persawahan akan kering ketika musim kemarau.

Meski begitu, petani di Kampung Sukasirna jarang mengalami gagal panen. Setiap mulai kesulitan air, petani langsung membuat kincir air. Menurut dia, kincir air yang dibuat para petani itu bisa tahan sampai enam bulan. Dengan begitu, petani tidak khawatir mengalami kekeringan selama musim kemarau.

"Selama musim panas mah kuat. Kalau sudah musim hujan, kalau keburu, dibongkar. Kalau tak keburu, dibiarkan hanyut," ujar dia.

Omdi Romli (69), salah satu petani di Kampung Sukasirna, mengatakan, keberadaan kincir membuat warga tidak lagi kesulitan mendapatkan air untuk sawahnya. Menurut dia, sawah di wilayah itu sudah merasakan kekeringan sejak beberapa waktu lalu. "Mangkanya kita bikin kincir. Lahan saya juga ada 300 bata (satu bata = 14 meter persegi) terairi," kata dia.

Untuk mengoperasikan kincir air, para petani tak perlu mengeluarkan biaya tambahan. Hanya perlu mencari bahan baku dan pengerjaannya dilakukan secara gotong royong. Namun, kincir air itu harus selalu dikontrol. Pasalnya, banyak warga yang suka berenang dan membawa sampah. Jika ada sampah yang masuk ke kincir, putarannya akan macet.

Selain itu, lanjut dia, kelebihan mengunakan kincir adalah menyalurkan air dari Sungai Citanduy yang rada anyir. Menurut dia, air anyir itu membuat padi lebih bagus untuk dipanen.

Ia mengatakan, selama puluhan tahun menanam padi, tak pernah sekali pun petani di Kampung Sukasirna mengalami gagal panen. "Kalau beberapa ada yang gagal, wajar itu mah," kata dia.

Salah seorang petani lainnya, Sopian (40), mengaku tak pernah mengalami kekeringan selama puluhan tahun bekerja di sawah. Ketika musim kemarau tiba, para petani selalu bergotong royong membuat kincir air. "Enggak pernah kekeringan selama pakai konsep itu. Satu kincir bisa 400 bata," kata dia.

photo
Para petani di Kampung Sukasirna, Dusun Cireundeu, Desa Manggungsari, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, membuat kincir air untuk mengairi areal persawahan yang mulai mengamali kekeringan, Selasa (9/7/2019).

Turun-temurun

Para petani di Kampung Sukasirna bukan baru setahun-dua tahun membuat kincir air ketika musim kemarau tiba. Konsep itu telah dilakukan turun-temurun dari nenek moyang para petani itu.

Ketua Kelompok Tani Sari Mukti Odo Hadori mengatakan, konsep kincir air sudah dikenal sejak 1960-an oleh para petani di Kampung Sukasirna. Artinya, saat ini sudah beberapa generasi yang meneruskan konsep itu. "Alhamdulillah, masih ada sekarang yang buat," kata dia.

Perbedaan pembuatan kincir pada masa lalu dan saat ini hanyalah waktunya saja. Jika pada masa lalu musim kering hanya terjadi beberapa tahun sekali, sekarang musim kering selalu datang setiap tahun.

Lokasi tempat pembuatan kincir air juga tak sama setiap tahunnya. Lokasi pembuatan kincir disesuaikan aliran air dan lahan yang mengalami krisis air. Biasanya, ada 8 hingga 11 kincir air yang dibuat setiap musim kemarau tiba.

Kepala Dusun Cireundeu, Punduh Nandang, mengatakan, proses pembuatan kincir air sudah dilakukan turun-temurun oleh para petani di Kampung Sukasirna. Proses pembuatan dilakukan oleh para petani tanpa bantuan dari pemerintah.

Menurut dia, pemerintah hanya memberikan bantuan berupa pompa air. Pompa itu pun jarang digunakan oleh petani karena harus mengeluarkan modal untuk membeli bahan bakar. Ia berharap pemerintah bisa membantu membuatkan kincir air bagi para petani. "Harapannya dibuat kincir permanen pakai besi. Jadi, kalau sudah bukan musim kemarau, bisa disimpan lagi," kata dia.

Selain berfungsi menjadi alternatif pengairan, kincir air yang terdapat di Sungai Citanduy, Kampung Sukasirna, menjadi daya tarik untuk warga sekitar. Salah satu petani di kampung itu, Jenal Mustofa, mengatakan, banyak warga yang sering datang untuk makan sambil melihat kincir di pinggir sungai. "Jadi banyak juga yang ke sini, apalagi jarang kincir di sini. Hanya musim kemarau. Kemarin juga ada dari Bandung ke sini," kata dia.

Atin (37), salah satu warga sekitar, mengaku sengaja datang ke lokasi kincir air bersama keluarga dan kerabatnya. Menurut dia, makan dan bersantai bersama keluarga di lokasi itu sangat nyaman. "Mumpung masih liburan sekolah. Kalau yang lain kan pakai tiket, di sini gratis. Anak-anak bisa renang sama lihat kincir," kata dia. n bayu adji p ed: satria kartika yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement