Selasa 09 Jul 2019 12:55 WIB

Sidang PHPU Pileg, Caleg Gerindra Persoalkan Politik Uang

Caleg Gerindra meminta rekan separtainya didiskualifikasi dari Pileg 2019.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Andri Saubani
Suasana sidang perdana perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pileg 2019 untuk DPR dan DPRD Jawa Timur di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (9/7/2019).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Suasana sidang perdana perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pileg 2019 untuk DPR dan DPRD Jawa Timur di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (9/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon anggota legislatif (caleg) Partai Gerindra dari Daerah Pemilihan (dapil) Jawa Timur I Nomor Urut, 1 Bambang Haryo Soekarto, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasikan rekan separpolnya, yakni caleg nomor urut 4 Rahmat Muhajirin. Rahmat diduga melakukan politik uang dalam Pileg 2019.

Hal ini disampaikan oleh Kuasa Hukum Bambang, M Sholeh, dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) legislatif di ruang sidang panel 1 Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (9/7). Sidang tersebut dipimpin oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman, dan didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.

Baca Juga

Sholeh mengakui bahwa pihak tidak mempersoalkan selisih perolehan suara yang sangat jauh antara Bambang Soekarto dengan Rahmat Muhajirin. Dalam penetapan KPU, Bambang mendapatkan suara sebesar 52.451 dan Rahmat Muhajirin sebanyak 86.274 sehingga selisi antara keduanya sebanyak 34.549.

"Kami Caleg Nomor Urut 1 dari Gerindra Bambang Haryo tidak mempersoalkan tentang selisih suara karena memang fakta pemohon (Bambang) ada selisih yang sangat tajam sebesar 34.549," kata Sholeh.

Namun, yang dipersoalkan pihak Bambang, kata Sholeh adalah adanya politik (money politic) yang masif dan diduga dilakukan oleh Rahmat Muhajirin sehingga mendapatkan perolehan suara yang fantastis. Menurut Sholeh, Rahmat melakukan politik uang secara masif di Kabupaten Sidoarjo sehingga memperoleh suara sebesar 76 ribu.

"Khusus untuk Sidoarjo terjadi suara yang sangat fantastis di mana perolehan suara

Rahmat Muhajirin sebesar 76 ribu. Sementara untuk di Surabaya hanya sekitar 10.731 suara (DPT Surabaya sekitar 2,1 juta suara). Jadi ada jomplang selisih yang tajam antara Kabupaten Sidoarjo dengan Surabaya, padahal dua daerah ini berdampingan atau berdekatan," jelas Sholeh.

Bambang, kata Sholeh, mengaku aneh dengan perolehan suara Rahmat Muhajirin yang tiba-tiba melejit pada Pileg 2019. Padahal, kata Sholeh, Ramhat bukanlah tokoh partai, tokoh masyarakat atau artis, namun bisa mengalahkan Bambang yang merupakan caleg DPR RI pejawat.

"Pemohon (Bambang) ini merasa sebagai caleg terjun ke masyarakat terjun ke masyarakat banyak membantu menyampaikan aspirasi masyarakat dan banyak muncul di media, tetapi pemohon sangat kaget ketika hasil pemilu justru suaranya dikalahkan bukan oleh tokoh partai, bukan artis, bukan oleh tokoh masyarakat, tiba tiba dari dapil 1 Surabaya dan Sidoarjo," ungkap dia.

Lebih lanjut, Sholeh mengatakan dugaan politik uang yang dilakukan oleh Rahmat Muhajirin khususnya menyasar tiga kecamatan di Kabupaten Sidoarjo, yakni

Kecamatan Prambon, Kecamatan Candi dan Kecamatan Gedangan. Pihaknya juga menyampaikan penghitungan suara yang benar versi mereka yakni Bambang Haryo Soekarto 86.274 dan Rahmat Muhajirin sebanyak 30.000.

"Penghitungan suara ini hanya pintu masuk untuk membongkar politik uang. Jadi, kami berharap ada keadilan di MK dan kami percaya ada putusan diskualifikasi atas Caleg Nomor Urut 4 Rahmat Muhajirin," tambahnya.

Sebagaimana diketahui, MK menggelar sidang perdana perkara sengketa perselisihan hasil pemilu (PHPU) legislatif pada Selasa. Sidang perdana hari ini mengagendakan pemeriksaan persidangan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement