Selasa 09 Jul 2019 10:58 WIB

Sleman Usulkan Dana Desa Digunakan Tangani Stunting

Sebanyak 11 persen balita Sleman terdiagnosa stunting.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Indira Rezkisari
Anggota Ikatan Konselor Laktasi Klaten mengukur postur tinggi bocah dan memberikan sosialiasi pemberian gizi bayi untuk mencegah kegagalan tumbuh kembang anak (stunting) saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Klaten, Jawa Tengah, Minggu (22/4).
Foto: Antara/Maulana Surya
Anggota Ikatan Konselor Laktasi Klaten mengukur postur tinggi bocah dan memberikan sosialiasi pemberian gizi bayi untuk mencegah kegagalan tumbuh kembang anak (stunting) saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Klaten, Jawa Tengah, Minggu (22/4).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Wakil Bupati Sleman, Sri Muslimatun berpendapat, dana desa bisa dimanfaatkan untuk membantu penanganan stunting. Tapi, tentu saja itu tidak beriringan tujuan kemandirian ekonomi desa.

Sri sendiri mengaku mendukung Peraturan Bupati tentang Penanganan stunting. Ia berharap, rancangan Perbup setelah jadi dapat mempercepat penaganan stunting di Kabupaten Sleman.

Baca Juga

Ia mengingatkan, tetap perlu upaya-upaya menurunkan angka kasus stunting di Kabupaten Sleman. Walaupun, stunting di Kabupaten Sleman masih rendah dibandingkan dengan angka nasional.

"Di Indonesia, balita stunting sebanyak 30,8 persen dan balita kurus 6,7 persen. Sedangkan di Kabupaten Sleman pada 2018 menunjukkan prevalensi balita stunting 11,00 persen," kata Sri, beberapa waktu lalu.

Selain itu, balita gizi kurang 7,32 persen dan balita kurus 3,97 persen. Sri percaya diri, secara statistik angka ini mengalami penurunan dibandingkan 2017.

Ia menilai, penanggulangan stunting dilakukan dengan intervensi spesifik bidang kesehatan hanya mengatasi 30 persen masalah saja. Sedangkan, 70 persen tanggung jawab sektor di luar kesehatan.

Sri mencontohkan, penanggulangan stunting dapat dilakukan dengan memanfaatkan dana desa sesuai musyawarah desa. Misalkan, untuk penanganan dan pencegahan.

"Seperti pembangunan atau rehab Poskesdes, Polindes dan Posyandu, penyediaan makanan sehat untuk balita, pembangunan sanitasi dan air bersih, MCK serta pembinaan kader kesehatan masyarakat," ujar Sri.

Untuk pencegahan stunting, bisa dilakukan dengan cara menimbang setiap bulan. Utamanya, pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dimulai sejak janin dalam kandungan hingga anak usia dua tahun.

Ia menjelaskan, setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pencegahan stunting. Mulai dari pola makan, pola asuh sampai perbaikan sanitasi dan akses air bersih.

Selain itu, stunting bisa dicegah melalui pemeriksaan minimal empat kali di Puskemas atau pelayanan kesehatan. Menimbang setiap bulan di Posyandu dengan buku KIA untuk mencatat perkembangan janin.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Joko Hastaryo menilai, stunting sebagai salah satu dari lima isu strategis yang jadi prioritas dalam pembangunan kesehatan nasional. Bahkan, ada di atas angka kematian ibu (AKI), angka kematian neonatal (AKN), tuberculosis (TBC), penyakit tidak menular (PTM) dan cakupan imunisasi dasar lengkap.

Namun, ia menekankan, penanggulangan stunting tidak bisa berhasil jika hanya dilakukan dinas kesehatan saja. Harus berjalan bersama dengan program yang terstruktur melibatkan semua sektor terkait.

"Usaha untuk menanggulangi stunting di OPD terkait sudah berjalan, jika di satukan/dikoordinir melalui perbup tentunya akan memberikan hasil yang lebih maksimal," kata Joko.

Penanganan kasus stunting di Kabupaten Sleman saat ini melibatkan lintas sektor. Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas P3AP2KB, Dinas Sosial, Bappeda, Dinas PUPR, Dinas Pendidikan, Dinas LHK dan BKAD.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement