Senin 08 Jul 2019 18:23 WIB

Purwakarta Anggarkan Rp 350 Juta untuk Antisipasi Kekeringan

Tigabelas dari 17 kecamatan di Purwakarta masuk zona merah rawan krisis air bersih.

Rep: Ita Nina Winarsih / Red: Gita Amanda
KapolresPurwakarta AKBP Matrius, pimpin pendistribusian air bersih bagi warga di Desa Batutumpang, Kecamatan Tegalwaru, yang terdampak kekeringan, Selasa (2/7).
Foto: Humas Polres Purwakarta
KapolresPurwakarta AKBP Matrius, pimpin pendistribusian air bersih bagi warga di Desa Batutumpang, Kecamatan Tegalwaru, yang terdampak kekeringan, Selasa (2/7).

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purwakarta, menganggarkan Rp 350 juta untuk mengantisipasi bencana kekeringan. Sebab, 13 dari 17 kecamatan yang ada, masuk zona merah rawan krisis air bersih saat musim kemarau. Anggaran tersebut, difokuskan untuk pengadaan air bersih yang nantinya didistribusikan ke wilayah yang kekeringan.

Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika, mengatakan, anggaran sebesar Rp 350 juta ini terbagi di dua instansi. Yaitu, yang dikelol oleh Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPKPB) sebesar Rp 150 juta. Selebihnya, yang Rp 200 juta dikelola di Bagian Kesra Setda Purwakarta.

Baca Juga

"Setiap tahun, kita selalu menganggarkan biaya untuk mengantisipasi bencana kekeringan," ujar Anne, kepada Republika.co.id, Senin (8/7).

Menurut Anne, air bersih ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang dilanda kekeringan. Terutama, untuk kegiatan rumah tangga. Seperti, mandi, cuci dan kakus. Karenanya, setiap musim kemarau, pemkab selalu menyiapkan air bersih untuk warga. Bila ada laporan mengenai kekurangan air, maka DPKPB akan langsung mengirim air tersebut ke lokasi kekeringan.

Adapun air bersih tersebut, lanjut Anne, dibeli dari PDAM setempat. Jadi, berapapun yang dibutuhkan oleh pemkab untuk mengatasi permasalahan kekeringan ini, perusahaan daerah itu harus menyediakan aie bersihnya. Memgingat, sumber utama air bersih ini berasal dari PDAM.

Tak hanya itu, pihaknya juga akan menggandeng pihak swasta yang punya mata air. Jika, nanti PDAM kewalahan, maka perusahaan pemilik sumber mata harus bisa menyediakan air bersih.

Terkait dengan sumber mata air, pihaknya ingin pemkab menguasai sumber tersebut. Jika dikuasi pemerintah, lanjut Anne, maka pemkab bisa dengan mudah mengatur pemanfaatan air tersebut. Terutama, saat musim kemarau.

"Kalau sumber mata air itu, bisa kita kuasai, maka airnya tidak boleh dijual secara komersil. Tetapi, air tersebut diperuntukan bagi warga sekitar. Terutama, warga yang wilayahnya masuk zona kekeringan," ujar Anne.

Tetapi, sampai saat ini pemkab kesulitan untuk membeli sumber mata air. Terutama, yang dikuasai oleh masyarakat. Sebab, masyarakat lebih mengutamakan industrialisasi air bersih, ketimbang menjual sumber mata airnya ke pemerintah.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DPKPB) Kabupaten Purwakarta, Wahyu Wibisono atau akrab disapa Wibi, mengatakan, saat ini pihaknya sudah siaga dalam hal mengantisipasi bencana kekeringan. Mengingat, mayoritas kecamatan yang ada di Purwakarta ini, rawan krisis air bersih.

"Sampai hari ini, kami masih belum menerima laporan dari warga soal wilayah yang sudah dilanda kekeringan. Sehingga, air bersih yang sudah kita kerja samakan dengan PDAM belum didistribusikan," ujar Wibi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement