REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Burhanuddin Muhtadi, mengatakan proses rekonsiliasi dengan pihak oposisi sebaiknya tetap menaati penegakan hukum. Dia menyarankan kasus Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab, tidak menjadi bagian dari syarat rekonsiliasi.
Hal tersebut diungkapkannya menanggapi permintaan kubu Prabowo-Sandiaga Uno, agar pemerintah memulangkan Rizieq Shihab dari Arab Saudi. "Saya tidak terlalu setuju dengan itu. Rekonsiliasi jangan sampai menggadaikan prinsip ketatanegaraan kita terhadap hukum," ujar Burhanuddin kepada wartawan usai mengisi acara di Kuningan, Jakarta Selatan, Ahad (7/7).
Sehingga, lanjut dia, semestinya penegakan hukum berada di atas kepentingan untuk rekonsiliasi. Dia menilai rekonsiliasi tidak harus diartikan dengan menyelesaikan sebuah kasus.
"Sebab jika pemerintah meng-iya-kan permintaan itu, artinya membenarkan jika kasus dugan Rizieq Shihab merupakan bagian dari tekanan hukum. Sama artinya dengan membenarkan asumsi bahwa penindakan atas diri beliau lebih mengarah kepada tindakan politik dibanding hukum,'' tegasnya.
Maka, untuk membantah argumen itu, kasus Rizieq sebaiknya tidak dijadikan dasar atau syarat melakukan rekonsiliasi. "Jangan jadikan kasus itu bagian dari rekonsiliasi," tambahnya.