REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sudah 90 hari DKI Jakarta tak diguyur hujan. Kondisi ini disebut sebagai puncak musim kemarau di Ibu Kota yang diprediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) akan terjadi hingga September 2019. Kondisi ini berpotensi memicu terjadinya kemarau ekstrem dan kekeringan lebih panjang.
"Periode kemarau tahun ini diprediksi lebih kering, melihat puncaknya terjadi Agustus-September, masih sangat berpeluang ekstrem," kata Kepala Staf Sub Bidang Analisis Infor masi Iklim BMKG Adi Ripaldisaat di Jakarta, Jumat (5/7).
BMKG juga sebelumnya memperkirakan awal musim untuk wilayah DKI Jakarta tahun ini mengalami keterlambatan dibanding rata-rata 30 tahunannya. Biasanya awal musim kemarau dimulai April, tetapi tahun ini dimulai akhir Mei dan Juni.
Memasuki musim kemarau banyak kolam ikan atau tambak dilanda kekeringan di kawasan Marunda, Jakarta Utara, Jumat (9/9). (Republika/Agung Supriyanto)
Keterlambatan itu terjadi karena pengaruh perubahan putar balik arah angin barat pada musim hujan dan angin timur pada musim kemarau. "Hari tanpa hujan berdasarkan pemonitoran di wilayah sudah lebih 30-60 hari, yakni Rawa Badak dan Rorotan," kata Ripaldi. Ia menyebutkan, wilayah DKI Jakarta pernah mengalami kemarau ekstrem pada 2015.
Saat itu, tercatat tak ada hujan selama 90 hari di Jakarta.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta juga menyatakan siaga keke ringan pada musim kemarau ini. "Kami imbau agar masyarakat menggunakan air dengan bijak dan seperlunya. Hemat air saat musim kemarau ini," ujar Kepala BPBD DKI Jakarta Subejo di Jakarta, kemarin.
Berdasarkan kasus pada tahun sebelumnya, ancaman kekeringan kerap terjadi di wilayah Jakarta Utara. Sejauh ini BPBD belum menerima laporan adanya wilayah yang mengalami kesulitan air akibat dam ak kekeringan di DKI Jakarta.