REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Macetnya penyaluran cadangan beras pemerintah (CBP) baik melalui jalur komersil maupun program Bantuan Pangan NonTunai (BPNT) oleh Bulog dapat dioptimalisasi melalui penyaluran bantuan ke wilayah-wilayah yang terdampak kekeringan lahan. Selain itu, Bulog juga diminta meyakinkan pemerintah dan masyarakat terkait kualitas CBP yang dimiliki.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah menilai, satu-satunya cara bagi Bulog melakukan penyaluran adalah mengoptimalisasi CBP ke wilayah bencana. Sebab, jika CBP tersebut disimpan terlalu lama bakal berpotensi didisposal dan berdampak buruk terhadap kinerja administrasi Bulog.
“Itu alternatif yang dalam jangka pendek ini paling solutif saya kira,” kata Rusli saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (5/7).
Menurut dia, kualitas CBP yang ada saat ini dimungkinkan sedikit banyak sudah mengalami penurunan kualitas. Sebab, kata Rusli, sebagian CBP tersebut berasal dari pengadaan impor di tahun lalu sebesar 1,8 juta ton. Kebijakan impor tersebut juga disayangkan sebab pemerintah ketika itu tidak menyertai sinkronisasi data yang kuat antarkementerian.
Sehingga, rekomendasi dan perizinan impor beras tersebut tidak diimbangi dan disesuaikan dengan kebutuhan beras serta produksi yang terjadi di dalam negeri. Sementara, kata dia, dari pernyataan BPS kala itu produksi beras nasional mencapai surplus. Sehingga pengeluaran kebijakan impor beras menjadi aneh terjadi.
Alhasil, dia melanjutkan, kelebihan CBP saat ini menjadi salah satu permasalahan yang sangat disayangkan. Dia menilai, jika sinkronisasi data impor beras tahun lalu tidak profesional, hal itu dapat memicu adanya dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian dan juga Kementerian Perdagangan.