REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melonjaknya harga cabai berimbas kepada pengusaha makanan. Pengusaha makanan yang menggunakan cabai terancam terpangkas pemasukannya bahkan merugi.
Wakil Ketua GAPMMI Rachmat Hidayat mengatakan dengan harga cabai tinggi, tentu saja pengeluaran modal semakin besar. Jika terus seperti ini, tidak menutup kemungkinan industri makanan bisa merugi atau gulung.
"Kami berharap tidak lama dan tinggi karena bisa membahayakan secara keseluruhan. Masyarakat akan terpukul duluan berikutnya industri," paparnya, Selasa (6/8).
Rachmat pun berharap kenaikan harga cabai tidak berlangsung lama. Jika terus berlarut, masyarakat semakin terkena imbasnya.
"Karena kita tidak beli dari kebun. Kita menyetok proses pengeringan dan sebagainya. Stok kita itu masih bisa mengelola kenaikan harga yang sangat luar biasa ini. Cuma usia stok kita kan ada umurnya. Bisa habis. Kalau habis kita baru akan merasakan," kata Rachmat.
Di kesempatan terpisah, anggota Komisi IV Andi Akmal Pasludin mengatakan, harusnya pemerintah menugaskan Bulog untuk melakukan manajemen komoditi agar harga cabai tidak meroket.
"Misalnya teknologi penyimpanan cabai. Cabai ini tidak bisa lama. Tetapi harusnya Bulog bisa berfungsi membina petani ketika menjelang hari raya. Bisa kerjasama dengan petani dengan harga yang disepakati di awak. Kalau tidak ada kesepatakan di awal, petani juga malas menanam cabai," katanya.
Andi juga meminta pemerintah bertanggungjawab melindungi petani dan konsumen. Menurutnya, kalau sekarang yang dirugikan adalah konsumen karena harganya melonjak.
Dia mengusulkan langkah jangka pendek yang bisa dilakukan adalah operasi pasar. Kemudian Menteri Pertanian dan Bulog bisa membeli cabai di daerah lain di Makassar atau Sumatera di bawa ke Jawa.
"Dengan kondisi seperti ini pemerintah harus turun tangan. Tangannya pemerintah itu Bulog dan kementerian pertanian tidak bisa lepas tangan. Tidak bisa menyalahkan pasar dan masyarakat," katanya.