Senin 01 Jul 2019 18:28 WIB

Bus Listrik Transjakarta Masih Terganjal Regulasi

Bus listrik itu juga masih dalam tahap prauji coba

Rep: Mimi Kartika/ Red: Esthi Maharani
Uji Coba bus Listrik di Monas.Bus listrik milik PT Transportasi Jakarta (Transjakarta)  saat pra uji coba di Monas, Jakarta Pusat, Ahad (19/5).
Foto: Fakhri Hermansyah
Uji Coba bus Listrik di Monas.Bus listrik milik PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) saat pra uji coba di Monas, Jakarta Pusat, Ahad (19/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengandalkan bus listrik Transjakarta untuk solusi jangka panjang mengatasi pencemaran udara di Ibu Kota. Akan tetapi, bus listrik itu masih dalam tahap prauji coba sambil menunggu dasar hukum di tingkat nasional yang mengatur kendaraan berbasis listrik tersebut.

"Namun karena belum adanya dasar hukum yang jelas dalam bentuk Perpres (Peraturan Presiden) maupun Peraturan Pemerintah (PP), undang-undang (UU) tentang adanya bus listrik, kami belum bisa melakukan operasional penuh," ujar Direktur Operasional PT Transjakarta Daud Josep di kawasan Jakarta Pusat, Senin (1/7).

Ia mengatakan, sampai hari ini pihaknya masih menunggu proses perizinan rampung. Untuk tahap awal adalah uji tipe untuk mendapatkan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).

"Kalau dapat STNK maka boleh beroperasi di jalan lalu mengurus Kir lalu Kartu Pengawasan ijin trayek," lanjut dia.

Ia menyebut, PT Transjakarta telah bekerja sama dengan PT Mobil Anak Bangsa (MAB) dan BYD Auto Co Ltd untuk menyediakan armada bus listrik. Menurutnya, PT Transjakarta juga belajar kepada Bluebird yang sebelumnya telah mengantongi izin dan mengoperasikan 30 unit taksi berbasis listrik.

Daud menyebut, selama pra uji coba tercatat sekitar 13 ribu orang menaiki bus listrik yang beroperasi di Monas, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Ancol, dan kawasan Car Free Day. Bahkan PT Transjakarta pun tidak membayar selama pra uji coba ini, sepenuhnya ditanggung PT Mobil Anak Bangsa (MAB) dan BYD Auto Co Ltd.

Di sisi lain, ia pun tak membantah memang untuk penyediaan armada bus listrik biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar dari bus berbahan bakar minyak. Akan tetapi, ia meyakini biaya operasional bus listrik akan lebih rendah termasuk biaya pemeliharaannya.

"Sementara UN (United Nations/PBB) bilang lebih murah karena meskipun busnya lebih mahal tapi konsumsi bahan bakarnya jauh lebih murah," kata dia.

Ia juga meminta PLN selaku penyedia pasokan listrik untuk memberikan dukungan terhadap beroperasinya bus listrik ini. Daud berharap, PLN memberikan harga listrik per kwh yang dibebankan kepada PT Transjakarta lebih murah.

Daud juga meminta kepada Pemprov DKI agar memberikan insentif bagi operator-operator angkutan umum yang ikut serta menyediakan bus listrik nantinya. Ia mencontohkan, Pemprov seharusnya menggratiskan penyewaan lokasi depo untuk menurunkan biaya operasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement