REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Penasihat DPP Partai Gerindra Muhammad Syafi'i mengaku belum mengetahui konten yang akan dibicarakan terkait wacana rekonsiliasi Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi). Sebelumnya, politikus PDIP Pramono Anung mengatakan, proses rekonsiliasi politik pascapilpres masih berlangsung hingga agenda pelantikan Ppresiden dan wakil presiden terpilih pada 20 Oktober 2019.
"Konten pertemuan itu seperti apa, saya kira itu masih menjadi sebuah tanda tanya," katanya di kompleks parlemen di Senayan, Senin (1/7).
Menurut dia, beberapa pihak ada yang memprediksi, rekonsiliasi itu akan menawarkan jatah kursi di kabinet. Namun, anggota Komisi III DPR RI itu meyakini bahwa partainya akan tetap menjadi oposisi bukan bagian dari koalisi untuk mendukung demokrasi yang sehat.
"Saya meyakini Gerindra akan tetap pada posisi sebagai oposisi," katanya.
Meski akan menjadi oposisi, Syafi'i menjelaskan, bukan berarti partainya akan menjadi 'musuh', tetapi bisa mendukung kebijakan pemerintah yang benar untuk rakyat sesuai aturan. Dengan begitu, kata dia, proses demokrasi bisa berjalan sesuai dengan prinsip check and balance.
Sementara itu, terkait beberapa partai politik yang sebelumnya bergabung dalam koalisi di Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kemudian ingin merapat ke kubu Jokowi-Ma'ruf, Syafi'i mengatakan, itu merupakan hak partai. Sebelumnya, setelah MK memutuskan menolak gugatan Prabowo-Sandiaga Uno dalam sengketa pilpres, partai politik di BPN kemudian dibubarkan dan tidak ada lagi tugas partai dalam kampanye.
"Ketika masing-masing (parpol) sudah memutuskan menjadi oposisi pasti bisa bertemu sebagai gabungan partai oposisi, tapi pada prinsipnya kami beroposisi sendiri," katanya.