REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini negara-negara di negara Timur Tengah dan Eropa mengalami suhu udara yang panas atau gelombang panas (heatwave). Fenomena suhu tinggi ekstrem ini diperkirakan tidak berdampak pada wilayah Indonesia.
Suhu panas yang dirasakan di Timur Tengah akibat dari perluasan gelombang panas yang menyerang India beberapa minggu lalu. Gelombang panas menjangkiti mulai dari India, Pakistan, Afghanistan, Turkemistan, Iran dan Saudia Arabia.
Suhu permukaan di wilayah-wilayah yang terpapar heatwave tersebut terukur bervariasi antara 34-51°C. Tidak hanya di negara-negara di Timur Tengah seperti di Kuwait yang mencapai 51,4° C,tetapi di Prancis pun mencatat suhu panas mencapai 34° C di Paris dan Lyon.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan, fenomena ini kemungkinan tidak akan terjadi di Indonesia. Berdasarkan data historis pola klimatologis, wilayah Timur Tengah memang memiliki suhu yang tinggi pada periode Juni, Juli, dan Agustus (JJA). Suhu tinggi pada periode JJA ini akibat posisi gerak semu tahunan matahari yang berada di wilayah Belahan Bumi Utara.
Kondisi ini juga didukung oleh faktor geografis wilayah tersebut yang terletak pada Lintang 20-30 dan umumnya memiliki iklim gurun karena menjadi lokasi subsidensi (massa udara turun pada sirkulasi global), sehingga memiliki kandungan uap air yang relatif lebih sedikit dibandingkan wilayah pada lintang lain.
"Selain karena sistem sirkulasi udara yang menyebabkan gelombang panas di wilayah Timur Tengah berbeda dan tidak mengarah atau menuju ke wilayah Indonesia, suhu panas yang mencapai lebih dari 50°C juga sangat kecil peluangnya terjadi di wilayah Indonesia," ujar Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal, dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Senin (1/7).
Berdasarkan catatan historis suhu maksimum di Indonesia belum pernah mencapai 40°C. Data BMKG menyebut suhu tertinggi yang pernah tercatat di Indonesia adalah sebesar 39,5°C pada tanggal 27 Oktober 2015 di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Berdasarkan hasil simulasi proyeksi iklim multi-model menggunakan skenario RCP4.5, pada periode 2020-2030, rata-rata wilayah daratan di Indonesia akan lebih panas 0,2 - 0,3°C dibandingkan dengan rata-rata suhu udara pada periode 2005-2015. Pada periode 2020-2030, wilayah-wilayah yang diproyeksikan akan mengalami kenaikan suhu tertinggi terjadi di sebagian Sumatera Selatan, bagian tengah Papua dan sebagian Papua Barat.
Menurut Herizal, untuk mengantisipasi suhu udara permukaan yang semakin panas di masa yang akan datang, yang disebabkan oleh fenomena global warming, perlu adanya upaya adaptasi dan mitigasi.
"Upaya ini harus dimulai dari kesadaran kita untuk mengurangi hal-hal yang dapat meningkatkan emisi gas-gas rumah kaca ke atmosfer dan membekali diri dengan pengetahuan tentang dampak negatif dari perubahan iklim," kata Herizal.
Menurut BMKG, untuk kejadian suhu tinggi di Timur-Tengah, tidak dapat langsung dikaitkan dengan perubahan iklim. Merujuk pada catatan historis, suhu pada kisaran 50°C cukup sering terjadi, sehingga dapat disimpulkan bahwa fenomena ini merupakan variasi iklim di wilayah tersebut.