Senin 01 Jul 2019 12:11 WIB

BMKG: Fenomena Gelombang Panas tak akan Terjadi di Indonesia

Suhu tinggi pada periode JJA ini akibat posisi gerak semu tahunan matahari.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Gita Amanda
Wilayah Australia di bagian selatan dantimur diterjang gelombang panas.
Foto: ABC
Wilayah Australia di bagian selatan dantimur diterjang gelombang panas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini negara-negara di negara Timur Tengah dan Eropa mengalami suhu udara yang panas atau  gelombang  panas (heatwave). Fenomena suhu tinggi ekstrem ini diperkirakan tidak berdampak  pada wilayah Indonesia. 

Suhu panas yang dirasakan di Timur Tengah akibat dari perluasan gelombang panas yang menyerang India beberapa minggu  lalu. Gelombang panas menjangkiti mulai dari India, Pakistan, Afghanistan, Turkemistan, Iran dan Saudia Arabia. 

Baca Juga

Suhu permukaan di wilayah-wilayah yang terpapar heatwave tersebut terukur bervariasi  antara 34-51°C. Tidak hanya di negara-negara di  Timur Tengah seperti di Kuwait yang mencapai 51,4° C,tetapi  di  Prancis  pun mencatat suhu panas mencapai 34° C di Paris dan Lyon. 

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan, fenomena ini kemungkinan tidak akan terjadi di Indonesia. Berdasarkan data historis pola klimatologis, wilayah Timur  Tengah memang  memiliki suhu yang  tinggi pada periode Juni, Juli, dan Agustus (JJA). Suhu tinggi pada periode JJA  ini akibat posisi gerak semu tahunan matahari yang berada  di wilayah Belahan Bumi Utara.

Kondisi ini juga didukung oleh faktor geografis wilayah tersebut yang terletak pada Lintang 20-30 dan umumnya memiliki iklim gurun karena  menjadi lokasi subsidensi (massa  udara  turun pada sirkulasi  global), sehingga memiliki  kandungan uap air yang relatif lebih sedikit  dibandingkan wilayah pada  lintang lain. 

"Selain  karena  sistem sirkulasi udara  yang  menyebabkan gelombang panas  di  wilayah Timur Tengah berbeda dan  tidak  mengarah atau menuju ke wilayah Indonesia,  suhu panas yang mencapai lebih dari 50°C juga sangat kecil peluangnya terjadi  di  wilayah Indonesia," ujar Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal, dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Senin (1/7).

Berdasarkan catatan historis suhu maksimum di  Indonesia belum  pernah  mencapai 40°C. Data BMKG menyebut  suhu tertinggi yang pernah tercatat di Indonesia adalah sebesar 39,5°C pada tanggal 27 Oktober  2015 di  Kota Semarang, Jawa  Tengah.

Berdasarkan  hasil simulasi proyeksi iklim multi-model menggunakan skenario RCP4.5, pada periode  2020-2030, rata-rata  wilayah daratan di Indonesia akan  lebih panas  0,2  -  0,3°C dibandingkan  dengan rata-rata suhu  udara pada  periode 2005-2015. Pada periode  2020-2030, wilayah-wilayah  yang  diproyeksikan akan mengalami kenaikan  suhu  tertinggi  terjadi  di sebagian Sumatera  Selatan, bagian tengah Papua  dan sebagian Papua  Barat. 

Menurut Herizal, untuk mengantisipasi  suhu udara permukaan yang semakin panas di masa yang akan datang, yang  disebabkan oleh fenomena global warming,  perlu adanya upaya adaptasi  dan mitigasi. 

"Upaya ini harus dimulai dari kesadaran kita  untuk  mengurangi  hal-hal  yang  dapat meningkatkan emisi gas-gas rumah kaca ke atmosfer dan membekali diri dengan pengetahuan tentang dampak negatif dari perubahan iklim," kata Herizal.

Menurut BMKG, untuk kejadian suhu  tinggi di  Timur-Tengah,  tidak  dapat  langsung  dikaitkan dengan perubahan  iklim. Merujuk  pada catatan  historis,  suhu pada  kisaran  50°C  cukup  sering  terjadi, sehingga dapat disimpulkan bahwa fenomena  ini  merupakan variasi  iklim  di  wilayah tersebut. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement