REPUBLIKA.CO.ID, OSAKA -- Amerika Serikat (AS) dan Cina sepakat untuk melakukan pembicaraan ulang terkait dengan perang dagang yang terjadi di antara dua negara adidaya itu selama beberapa waktu belakangan. Ketegangan keduanya diperkirakan akan mereda setelah Washington menyatakan menahan tarif baru pada ekspor Cina.
"Kami telah kembali ke jalur yang benar dan kita akan lihat apa yang terjadi," kata Presiden AS Donald Trump setelah pertemuan 80 menit dengan Presiden Cina Xi Jinping di sela-sela pertemuan puncak para pemimpin Kelompok 20 (G20) di Osaka, Jepang bagian barat, Sabtu (29/6).
Trump mengatakan, Negeri Paman Sam tidak akan menaikkan tarif impor dan menahan mengenakan tarif baru pada barang-barang Cina yang bernilai 300 miliar dolar AS. "Kami menahan tarif dan mereka akan membeli produk pertanian,"kata dia pada konferensi pers, tanpa memberikan perincian tentang pembelian produk pertanian Cina pada masa mendatang.
"Jika kita membuat kesepakatan, itu akan menjadi peristiwa yang sangat bersejarah," ujar Trump melanjutkan. Trump pun tidak memberikan batas waktu atas apa yang dia sebut sebagai kesepakatan kompleks.
Trump hanya memastikan bahwa dia tidak terburu-buru. "Saya ingin memperbaikinya," kata dia.
Terkait Huawei, Trump mengatakan, Departemen Perdagangan AS akan bertemu dalam beberapa hari ke depan. Pertemuan itu terkait apakah pemerintah akan mengeluarkan Huawei dari daftar perusahaan yang dilarang membeli komponen dan teknologi dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah.
Di sisi lain, Cina menyambut perkembangan terbaru tersebut. "Jika AS melakukan apa yang dikatakannya, tentu saja, kami menyambutnya," ujar utusan Kementerian Luar Negeri Cina untuk G20, Wang Xiaolong.
Pembuat mikrocip AS juga memuji langkah tersebut. "Kami mendorong pembicaraan dimulai kembali dan tarif tambahan ditahan dan kami berharap untuk mendapatkan lebih banyak detail pada pernyataan presiden tentang Huawei," kata Presiden Asosiasi Semikonduktor AS, John Neuffer, dalam sebuah pernyataan.
Huawei telah berada di bawah pengawasan ketat selama lebih dari satu tahun. Hal ini terkait tuduhan AS tentang isu penyadapan yang diduga dipasang di sakelar, ruter, dan perlengkapan lainnya. Sistem itu memungkinkan Cina memata-matai komunikasi AS.
Dalam sebuah pernyataan panjang tentang perundingan dua arah, Kementerian Luar Negeri Cina mengutip Xi yang mengatakan kepada Trump bahwa dia berharap AS dapat memperlakukan perusahaan Negeri Tirai Bambu secara adil. Xi menambahkan, Cina harus menjaga kepentingan utamanya terkait masalah kedaulatan dan rasa hormat.
"Cina tulus untuk melanjutkan negosiasi dengan AS... tapi negosiasi harus seimbang dan menunjukkan rasa saling menghormati,"demikian pernyataan Xi yang diungkap kementerian.
Para pemimpin negara-negara peserta KTT G20 di Osaka Jepang, Jumat (28/06/2019).
Semua sepakat
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani mengatakan bahwa semua pihak sepakat untuk mengakhiri perang dagang. Akan tetapi, hingga saat ini, belum ada kesepakatan mengenai caranya.
"Semua sepakat perlu upaya mengurangi ketegangan perdagangan internasional, tapi belum ada kesepakatan bagaimana caranya," kata Sri Mulyani ketika bersama Menlu Retno Marsudi terkait hasil KTT G20 hari pertama di Osaka, Jepang, Jumat (28/6).
Sri Mulyani menyebutkan, belum adanya kesepakatan mengenai cara penyelesaian menimbulkan ketidakpastian dalam hasil KTT G20 Osaka. "Ekonomi global, perdagangan, dan investasi memang merupakan isu yang sekarang menjadi paling mengemuka dalam pertemuan G20 ini," kata dia.
Dalam pertemuan, kata dia, sudah disampaikan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi 2019 menjadi lebih rendah karena risiko yang sifatnya negatif. Hal ini karena eskalasi ketegangan perdagangan, terutama antara AS dan Cina. "Namun, sebetulnya secara menyeluruh penyebabnya adalah munculnya sikap proteksionisme," katanya.
Menurut Menkeu, Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde menyampaikan, dengan risiko ketegangan perang dagang itu, pertumbuhan ekonomi dunia akan turun 0,5 persen. Semula pertumbuhan 2019 diprediksi 3,5 persen dan diharapkan bisa naik menjadi 3,6 persen. Akan tetapi, jika perang dagang terus berjalan, pertumbuhan hanya akan mencapai 3,1 persen.
"Nol koma lima persen dari GDP dunia itu lebih besar dari satu ekonomi seperti Afrika Selatan. Jadi, ini risikonya sangat besar," kata Sri Mulyani Menurut Sri Mulyani, dari semua yang menyampaikan pendapat pada KTT G20, semua menginginkan reformasi di WTO. Meskipun penekanannya berbeda, hal ini disebut sebagai hal terpenting. (reuters/antaraed:mansyur faqih)