Ahad 30 Jun 2019 08:30 WIB

Libra yang Mengancam Perbankan Global

Facebook mengumumkan akan meluncurkan mata uang digital sendiri, Libra, pada 2020.

Layanan keuangan digital
Foto: depositphotos.com
Layanan keuangan digital

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Fergi Nadira

Satu lagi mata uang digital akan diluncurkan setelah masyarakat dunia makin mengenal Bitcoin. Meski sempat mengalami pasang surut, mata uang digital terus berkembang dan hadir dalam beragam rupa.

Sebagai platform media sosial yang memiliki lebih kurang 2,5 miliar pengguna di seluruh dunia, Facebook kini berencana mengembangkan mata uang digitalnya sendiri yang diberi nama Libra. Namun, organisasi yang mewakili bank sentral dunia menilai rencana tersebut dapat menimbulkan risiko bagi sistem perbankan internasional.

Rencana Facebook ini pun memicu respons cepat dari pembuat kebijakan ekonomi global. Meski di satu sisi langkah baru dari perusahaan teknologi besar seperti Facebook, Amazon, dan Alibaba ke dalam jasa keuangan dapat mempercepat transaksi dan memangkas biaya, hal itu juga dapat merusak stabilitas sistem perbankan yang baru saja pulih dari krisis pada 2008.

Bank for International Settlements (BIS) melalui pakar teknologinya mengatakan, meskipun ada potensi manfaat yang akan dibuat, adopsi mata uang digital di luar sistem keuangan saat ini berpotensi mengurangi persaingan bahkan menciptakan masalah privasi data. "Tujuannya adalah menanggapi masuknya teknologi besar ke dalam jasa keuangan sehingga mendapatkan keuntungan sambil membatasi risiko," kata Hyun Song Shin, penasihat ekonomi dan kepala penelitian di BIS, dilansir Guardian, Sabtu (29/6).

Menurut dia, kebijakan publik perlu dibangun di atas pendekatan yang lebih komprehensif, yakni mengacu pada regulasi keuangan, kebijakan kompetisi, dan regulasi privasi data. Peringatan dari BIS ini datang hanya beberapa hari setelah Facebook mengumumkan akan meluncurkan mata uang digital sendiri, Libra, pada tahun 2020 mendatang. Adanya rencana tersebut memungkinkan miliaran penggunanya melakukan transaksi keuangan di seluruh dunia dalam suatu langkah.

Hal ini dinilai berpotensi mengguncang sistem perbankan dunia. Salah satu pendiri Facebook, Chris Hughes, pekan lalu menyatakan kekhawatiran yang diungkapkannya terkait perpindahan teknologi besar ke keuangan digital.

Ia bahkan memperingatkan bahwa Libra dapat mengalihkan kekuasaan ke tangan yang salah. Hughes, yang merupakan ketua bersama Proyek Keamanan Ekonomi (sebuah kelompok kampanye antikemiskinan), memprediksi jika berhasil, Libra akan menyerahkan banyak kontrol kebijakan moneter dari bank sentral ke perusahaan swasta ini. "Jika regulator global tidak bertindak sekarang, itu bisa sangat terlambat," katanya.

Sementara itu, Shin mengatakan, para pembuat kebijakan perlu mempertimbangkan apakah sistem saat ini akan lebih disukai daripada sistem yang lebih kompetitif dengan biaya transaksi lebih rendah tetapi ketahanan sistem keuangan kurang terkenal. Menurut dia, para pembuat kebijakan juga perlu mengoordinasikan upaya untuk memastikan sistem baru yang diatur guna melindungi pelanggan, termasuk mencegah pelanggan mendapat akses ke fasilitas pencucian uang.

Bank of England pekan lalu juga dengan hati-hati menyambut kedatangan mata uang digital. Bank of England mengatakan tidak akan mengembangkan mata uang digital sendiri, tetapi bergantung pada regulasi ketat dari inisiatif sektor swasta.

Sebagai raksasa teknologi, ternyata Facebook tak sendiri memimpikan memiliki mata uang digitalnya sendiri. Alibaba dan Ebay kini masing-masing telah mengawali akses ekonomi digital dengan menawarkan layanan pembayaran, yakni Alipay dan Paypal.

Beberapa teknologi besar juga sudah mulai menawarkan produk asuransi. Produk itu menggunakan platform mereka sebagai saluran distribusi untuk produk pihak ketiga, termasuk asuransi mobil dan kesehatan. Sementara itu, ada lagi perusahaan lain yang berkelana ke dalam bidang pinjaman dana, terutama untuk usaha kecil dan konsumen, yang biasanya meminjamkan sejumlah kecil untuk periode singkat.

Terobosan-terobosan baru dalam layanan keuangan terus terjadi terutama di Cina dan juga berkembang pesat di Asia Tenggara, Afrika Timur, dan Amerika Latin. Saat ini layanan keuangan masih merupakan bagian kecil dari bisnis teknologi besar, mewakili sekitar 11 persen dari pendapatan di seluruh sampel bisnis teknologi besar.

BIS menilai bahwa pendatang baru ke pasar dunia dapat memiliki keunggulan kompetitif atas bank. Namun, BIS menegaskan, karena operasi teknologi besar melampaui batas peraturan dan batas geografis yang berbeda, koordinasi antara otoritas nasional dan internasional menjadi faktor yang amat krusial. N ed: setyanavidita livikacansera

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement