REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) masih mengidentifikasi wilayah yang terdampak kekeringan. Meski begitu, Pemprov NTB sudah melakukan langkah antisipasi kekeringan sejak tiga tahun lalu.
"Saya masih identifikasi terkena kekeringan karena secara umum belum berdampak, tapi saya sudah meminta untuk inventarisir jumlah dan dampak serta solusi," ujar Husnul.
Antisipasi kekeringan dilakukan melalui program upaya khusus padi, jagung, dan kedelai (Upsus Pajale) untuk keamanan pangan nasional mekanisasi pertanian, metode tanam hemat air, perbaikan jaringan irigasi, pembuatan embung rakyat potensial. Antisipasi lainnya dengan pemberian bantuan pompa potensi daerah air permukaan yang sudah meningkat jumlahnya setiap tahun, terutama daerah-daerah sentra produksi.
"Alhamdulillah semua langkah tersebut sangat signifikan kontribusi kurangi dampak kekeringan," kata Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Husnul Fauzi di Mataram, NTB, Jumat (28/7).
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Stasiun Klimatologi Lombok Barat menyebutkan hari tanpa hujan (HTH) di NTB pada dasarian II Juni 2019 menunjukkan pada kategori panjang (21 – 30 hari) hingga sangat panjang (31 – 60 hari). Terdapat beberapa wilayah seperti wilayah Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, dan sebagian Kabupaten Lombok Timur bagian barat termasuk dalam kategori sangat pendek yakni 1 hari sampai 5 hari hingga pendek yakni 6 hari sampai 10hari. Curah Hujan tertinggi terjadi di Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat dengan curah hujan 43 mm per dasarian. BMKG Stasiun Klimatologi Lombok Barat memperkirakan terjadinya curah hujan lebih dari 20 mm per dasarian di sebagian besar wilayah NTB pada dasarian III Juni 2019 sebesar 10 persen.