Jumat 28 Jun 2019 16:49 WIB

Tiga Desa di Kabupaten Bekasi Dilanda Kekeringan

Warga tiga desa di Kabupaten Bekasi kesulitan memperoleh air bersih.

Rep: Febryan A/ Red: Friska Yolanda
Warga Desa Ridogalih sedang mengambil air di Kali Cihoe yang mulai mengering pada Jumat (28/6). Desa Ridogalih merupakan satu dari tiga desa di Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, yang dilanda kekeringan sejak dua bulan terakhir.
Foto: Republika/Febrian A
Warga Desa Ridogalih sedang mengambil air di Kali Cihoe yang mulai mengering pada Jumat (28/6). Desa Ridogalih merupakan satu dari tiga desa di Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, yang dilanda kekeringan sejak dua bulan terakhir.

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Tiga desa di Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, dilanda kekeringan sejak dua bulan terakhir. Warga setempat pun kini mulai kesulitan memperoleh air bersih.

Kekeringan akibat musim kemarau itu melanda Desa Sinarjati, Ridogalih dan Ridomanah. Ketiga desa ini lokasinya berjarak 16 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Bekasi di Kecamatan Cikarang Pusat.

Baca Juga

Camat Cibarusah, Enop Chan membenarkan ketiga desa di wilayahnya itu telah mengalami kekeringan sejak dua bulan terakhir. "Ada 2.280 Kepala Keluarga (KK) yang terdampak," kata Enop, Jumat (28/6).

Salah seorang warga Desa Ridogalih, Neneng (38 tahun), mengaku mulai kekurangan air untuk kebutuhan sehari-hari seperti memasak, minum, mencuci dan mandi. Pasalnya, empang di belakang rumahnya, yang biasanya jadi andalan, kini telah mengiring seiring hujan yang tak kunjung turun.

Neneng kini bergantung pada empang milik tetangganya yang masih menyisakan sedikit air. Lantaran empang itu memiliki ukuran yang cukup besar, sehingga air tadah hujan masih tersisa di sana. "Saya ke empang tetangga hanya untuk mandi dan wudhu. Itupun cuma mandi sekali sehari, karena airnya rebutan dan semakin hari semakin habis," kata Neneng di rumahnya, Jumat (28/6).

Untuk keperluan minum dan memasak, ia tak bisa mengandalkan empang itu, lantaran airnya yang mulai keruh karena bercampur lumpur. Ia memilih untuk membeli air bersih. Dalam sehari, ia pun harus merogoh kocek tambahan sebanyak Rp 15.000 untuk membeli tiga galon air isi ulang.

Terbatasnya air yang mampu ia beli, Neneng pun memutar otak. Ia melakukan penghematan dengan tak lagi menggunakan piring untuk makan. Melainkan, kertas ataupun daun pisang. "Jadi kan gak perlu nyuci lagi," ucapnya.

photo
Warga menunjukkan lahan sawah yang mengalami kekeringan di Kabupaten Bekasi, Jumat (28/6).

Sedangkan untuk keperluan mencuci pakaian, ia terpaksa menuju sebuah kali yang berlokasi sekitar dua kilometer dari rumahnya. Lantaran jarak yang cukup jauh, ia pun hanya mencuci ke kali itu sekali dalam seminggu, setelah menumpuk cucian selama lima hari. 

"Kali Cihoe itupun airnya sudah mulai sedikit. Kita berebut juga di sana sama warga lain. Terlebih air disana juga diambil untuk mengairi ladang," tutur dia.

Dari pengamatan Republika, air di Kali Cihoe itu memang mulai menipis. Kali dengan ketinggian dinding sungai sekitar delapan meter itu, kini hanya menyisakan air selutut orang dewasa.

Kekeringan yang sudah berlangsung setiap tahun di tiga desa ini tak hanya membuat warga kekurangan air bersih. Kekeringan juga mengancam sumber penghidupan warga seperti hewan ternak, kebun dan sawah.

Seperti di Desa Sinarjati, padi-padi yang sudah mendakati masa panen disana, kini kondisinya menegering dan layu. Risiko gagal panen pun menghantui.

"Di Desa Sinarjati ada sekitar 20 hektare sawah dan 40 persennya kini sudah bisa dipastikan gagal panen. Diperkirakan kerugian masyarakat bisa sampai Rp 300 juta atau lebih," kata Sekretaris Desa Sinarjati, Sahrudin.

Warga mengaku belum memperoleh bantuan air bersih. Kalaupun ada bantuan air, warga harus berebut memperoleh air tersebut.

Sahrudin yang menjabat sebagai sekretaris Desa Sinarjati, mengaku warga desanya sudah mendapatkan bantuan air bersih sebayak dua tangki. Keduanya dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan satu perusahaan lewat program Corporate Social Responsibility (CSR).

Enop Chan selaku camat mengatakan, pihaknya sejauh ini telah membuat laporan ke Bupati Kabupaten Bekasi Eka Supria Amtmaja terkait bencana ini. Untuk sementara, kata Enop, sudah diberikan subsidi air untuk warga.

“Itu berkelanjutan (pemberian air). Sebanyak dua tengki setiap harinya,” kata Enop saat dihubungi, lalu buru-buru menutup telepon dengan alasan rapat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement