Jumat 28 Jun 2019 09:00 WIB

Penerbitan IMB Reklamasi Bikin Nelayan Khawatir

Nelayan khawatir limbah rumah tangga mengurangi hasil tangkapan ikan

Rep: mimi kartika / Red: Joko Sadewo
Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) menggelar aksi unjuk rasa damai mengkiritik inkonsistensi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait masalah reklamasi, di depan Gedung Balaikota, Jakarta, Senin (24/6/2019).
Foto: Antara/Reno Esnir
Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) menggelar aksi unjuk rasa damai mengkiritik inkonsistensi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait masalah reklamasi, di depan Gedung Balaikota, Jakarta, Senin (24/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nelayan di sekitar Teluk Jakarta mengkhawatirkan penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) di daratan hasil reklamasi akan berdampak terhadap hasil tangkapan mereka. Mereka takut hasil tangkapan semakin berkurang akibat limbah rumah tangga yang akan mencemari laut di sekitar pulau hasil reklamasi itu.

Ketua Komunitas Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Iwan Carmidi meyakini, biota laut yang hidup sekitar pembangunan reklamasi akan terdampak buruk. Sebab, pria berusia 38 tahun yang telah menjadi nelayan di Muara Angke selama 19 tahun itu merasakan drastisnya penurunan tangkapan ikan akibat proyek reklamasi di awal-awal.

Sebelum adanya reklamasi, lanjut Iwan, satu perahu yang terdiri atas tiga orang mendapatkan penghasilan Rp 2 juta dari penjualan hasil tangkapannya. Namun, pendapatannya berkurang menjadi Rp 500 ribu saja saat ada pembangunan reklamasi. Iwan mengatakan, pendapatan nelayan membaik saat reklamasi dihentikan meski tak sama dengan sebelum ada reklamasi.

“Jadi, mendapat Rp 1 juta setelah sampai sekarang ini sudah mulai pada pulih lagi, cuma tidak seperti dulu lagi, tidak sesempurna dulu, karena sudah terbentuk (lahan reklamasi),” kata Iwan saat dihubungi, Kamis (27/5).

Dengan adanya lahan reklamasi itu, nelayan dengan perahu kecil menjadi lebih sempit daerah tangkapannya. Sementara, perahu lebih besar harus lebih ke tengah laut lagi. Iwan mengaku biasa mencari ikan di Pulau C dan Pulau D, tetapi sejak ada reklamasi ia kadang berlayar hingga Ancol dan Pantai Mutiara. “Pendapatan jadi kurang, cuma lebih parah lagi kalau reklamasi dilanjutkan,” ujar dia.

Iwan mengaku kaget dengan penerbitan IMB di Pulau D atau Kawasan Pantai Maju yang diterbitkan Gubernur DKI Anies Baswedan. Padahal, Iwan mengaku, para nelayan di utara Jakarta sempat optimistis ketika Anies menyegel bangunan di tempat tersebut tak lama setelah dilantik. “Setelah itu, kenapa tiba-tiba dia mau melanjutkan reklamasi dengan adanya IMB itu,” kata Iwan.

Kuasa Hukum Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ), Ayu Eza Tiara, menilai, penerbitan IMB ini bentuk inkonsistensi. Penerbitan IMB terhadap ratusan bangunan di Pulau D atau Kawasan Pantai Maju dianggap mengamini pulau hasil reklamasi. “Menerbitkan IMB di atas pulau yang bermasalah, maka sama saja mengamini pulau reklamasinya. Karena, dasarnya saja sudah salah,” ujar Ayu.

Menurut dia, saat kampanye pencalonannya menuju orang nomor satu di DKI, Anies menyatakan reklamasi memberikan dampak buruk kepada nelayan dan lingkungan sekitarnya. Penolakan reklamasi itu juga disampaikan Anies beserta calon wakil gubernurnya saat itu, Sandiaga Uno, dalam debat putaran kedua pada Pilgub 2017.

Anies bahkan pernah menemui nelayan yang terdampak reklamasi bernama Khalil.

Berdasarkan keterangan dari Khalil, Ayu menceritakan, perahu nelayan berukuran kecil tidak bisa langsung ke laut lepas. Ditambah lagi, saat ini nelayan sengsara dengan pembangunan breakwater atau batu pemecah gelombang di lepas pantai.

Gubernur Anies mengatakan, tak ada nama pulau baru terkait reklamasi di Teluk Jakarta. “Karena, semua pulaunya pulau Jawa. Nggak ada nama pulau baru,” ujar Anies.

Diberitakan sebelumnya bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana meminta klarifikasi dari Anies terkait dasar hukum penerbitan IMB di Pulau D atau Pantai Maju. Anies mengatakan, terkait lokasi reklamasi menjadi wewenang Pemprov DKI. Hal itu diatur dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW).

Pada November 2018 lalu, Anies mengubah nama tiga pulau reklamasi yang telah jadi, yaitu Pulau C, Pulau D, dan Pulau G. Ketiga nama diganti menjadi Kawasan Pantai Kita, Kawasan Pantai Maju, dan Kawasan Pantai Bersama.

Anies mengatakan, hasil reklamasi merupakan daratan di wilayah Jakarta. Dengan begitu, diberi nama pantai seperti yang sudah dilakukan Pemprov DKI terhadap hasil reklamasi, seperti Pantai Ancol, Pantai Indah Kapuk, dan Pantai Mutiara.

Anggota komisi B bidang pembangunan DPRD DKI Jakarta, Syarifudin, meminta Pemprov DKI menyiapkan program untuk para nelayan yang terdampak proyek reklamasi di Teluk Jakarta. Pemprov DKI juga harus mendorong agar perusahaan-perusahaan yang terlibat proyek reklamasi melaksanakan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) untuk nelayan.

Dia meminta agar para pengembang itu tidak lepas begitu saja menikmati hasil reklamasi tersebut. “Para perusahaan-perusahaan harus mengeluarkan CSR yang memang untuk masyarakat yang terdampak dari hasil pembangunan reklamasi tadi,” ujar dia.

n mimi kartika ed: mas alamil huda

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement