REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin menilai, pernyataan Kepala Staf Presiden Jenderal TNI (Purn) Moeldoko soal 30 teroris akan datang ke Jakarta memanfaatkan pembacaan putusan Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) pada 27 Juni 2019 mengerikan. Din tidak ingin aksi teror nantinya dikaitkan dengan kalangan Islam.
"Seperti diberitakan banyak media, sungguh mengerikan. Betapa tidak, seorang teroris saja sudah mengancam nyawa puluhan bahkan ratusan orang apalagi 30 orang," kata Din kepada wartawan di Jakarta, Kamis (27/6).
Lebih mengerikan lagi, kata dia, jika berita itu benar maka akan mengancam nyawa puluhan ribu orang yang berunjuk rasa di Gedung MK. Menurut dia, pernyataan seorang jenderal purnawirawan, apalagi mantan Panglima TNI, bukan asal bunyi karena dipastikan memiliki bukti berdasarkan informasi intelijen yang mudah diaksesnya.
Sehingga, kata Din, aparat penegak hukum dan keamanan harus mencegah rencana aksi kelompok yang dianggap teroris itu. Bahkan Moeldoko sendiri harus berbuat sesuatu untuk mencegahnya.
"Kalau tidak ada langkah pencegahan maka hal itu dapat dianggap membiarkan atau negara tidak hadir menjaga keselamatan rakyat. Kalau gagal mencegah berarti negara tidak profesional menjaga keamanan. Rakyat akan bertanya, kok, sudah tahu mengapa jebol," kata dia.
Din mengatakan perlu menanggapi pernyataan tersebut karena jika terjadi aksi teror nanti biasanya selalu dikaitkan dengan kalangan Islam. Umat Islam akan merasa dirugikan apalagi jika ada generalisasi.
Pernyataan tentang adanya kelompok teroris itu, kata dia, mudah dilihat sebagai beririsan dengan isu tentang radikalisme yang dihembuskan sementara kalangan terakhir ini. Pendekatan politik dengan labelisasi seperti itu tidak positif bagi persatuan bangsa dan dapat dipandang sebagai politik beridentitas lain yang sejatinya bercorak radikal pula.
"Umat Islam sudah kenyang dijadikan tertuduh dengan isu terorisme, apalagi terakhir ini dihembuskan lagi isu radikalisme dikaitkan dengan politik identitas atau berdasarkan SARA," kata dia.
Moeldoko, pada Rabu (26/6), mengaku telah mendeteksi adanya kelompok teroris yang telah masuk ke Jakarta. Mantan panglima TNI ini mengungkapkan, ada sekitar 30 orang yang telah masuk ke Ibu Kota.
"Kami sudah lihat itu, sudah kenali mereka jadi nggak usah khawatir kalau terjadi sesuatu tinggal diambil," kata Moeldoko usai di Kantor Bappenas Jakarta, Rabu (26/6).
Moeldoko mengatakan, kelompok tersebut rencananya akan ikut serta dalam kegiatan aksi massa terkait putusan MK perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019. Dia melanjutkan, kelompok itu tidak menginginkan adanya rekonsiliasi kedua kubu.
Ketua Harian Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin itu meminta agar mereka yang ingin turun ke jalan mendengarkan imbauan calon presiden (capres) Prabowo Subianto. Dia melanjutkan, Ketua Umum Gerindra itu selalu mengimbau agar melakukan tindakan konstitusional.
"Jangan turun ke lapangan. Tetapi kami melihat ada kelompok yang tak menginginkan itu, kami ikutin nggak apa-apa," katanya.
Meski demikian, Moeldoko enggan mengungkapkan identitas kelompok tersebut. Dia mengatakan, kelompok yang dimaksud juga telah memiliki jaringan terorisme. Pemerintah, dia melanjutkan, telah mengetahui dan memetakan hal tersebut.