REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PP Muhammadiyah menilai pernyataan Kantor Staf Kepresidenan Jend TNI (Purn) Moeldoko yang menyebut 30 terduga teroris terdeteksi masuk ke Jakarta, terlalu berisiko disampaikan di ruang publik.
Ketua Hukum, HAM, dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah, Muhammad Busyro Muqoddas menilai seharusnya pemerintah dapat lebih berhati-hati dalam menyampaikan informasi ke masyarakat. Pemerintah harus arif dan bijaksana dalam menciptakan suasana yang lebih kondusif.
“Pernyataan Moeldoko juga mencerminkan negara gagal dalam mengevaluasi dan mencegah terjadinya terorisme dan kekerasan lainnya,” kata dia dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/6).
Busyro mengatakan, selama ini stigma terorisme dan kekerasan selalu dilekatkan pada simbol-simbol Islam yang sudah mulai sejak era Orde Baru hingga sekarang. Pada 1971 simbol Islam dimulai oleh state terorism dengan label Jamaah Islam, Usroh, Komando Jihad.
“Dalam kurun waktu yang sudah terlalu panjang itu, apakah keberhasilan pemerintah dalam menangani terorisme. Akankan selalu melekatkan stigma terorisme pada kelompok Muslim,” ujar dia.
Karena itu, menurut dia, agar stigmasasi terorisme terhadap kelompok Muslim tidak menjadi teror psikologis kepada umat Islam, pemerintah dan negara harus lebih jujur terbuka menjelaskan akar masalahnya.
Dia berharap presiden mampu mengendalikan jajarannya agar adil dan terbuka dalam mengevaluasi pernyataan-pernyataan publik. Di sisi lain juga mengoreksi masalah yang mendera masyarakat yakni dampak pemiskinan masif akibat korupsi politik yang melanda birokrasi negara. Masalah itu merupakan akar radikalisme dan konflik sosial.
Sebagai Kepala KSP yang merupakan pejabat negara, Busyro beranggapan seharusnya Moeldoko tidak terburu-buru membuat pernyataan publik terhadap isu sensitif, tentang terorisme. Menurut dia, seharusnya negara dapat melakukan analisis terlebih dahulu terhadap informasi tersebut, melalui institusi BIN dan aparat terkait untuk dilakukan pencegahan.
Menurut dia, seharusnya pemerintah semakin menyadari peran dan kontribusi umat Islam dalam proses-proses pemilihan umum beberapa waktu lalu, sebagai modal sosial yang otentik. Karena itu, perlu semakin dilindungi hak-hak sosial politik ekonominya, dan dihindarkan dari kecenderungan sebagai komoditas politik musiman.