Rabu 26 Jun 2019 22:30 WIB

Menag Akui Dapat Saran dan Rekomendasi dari Romi

Menag membantah melalukan intervensi seleksi jabatan di Kemenag.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (kiri) dan Mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy (kedua kiri) bersiap menjalani sidang untuk menjadi saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/9).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (kiri) dan Mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy (kedua kiri) bersiap menjalani sidang untuk menjadi saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin diketahui meminta  pendapat mantan ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Romi mengenai proses seleksi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulawesi Barat. Hal tersebut terungkap dalam rekaman percakapan yang diputar Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam persidangan lanjutan terdakwa Kakanwil Kemenag Jatim Haris Hasanuddin dan Kepala Kantor Kemenag Gresik Muafaq Wirahadi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (26/6).

Awalnya, Jaksa Penuntut Umum KPK Abdul Basir menanyakan ihwal  jabatan Lukman di PPP. Lukman pun menjawab jabatannya terakhir ialah sebagai Majelis Pakar.

Baca Juga

Tak berapa lama Jaksa Basir kemudian meminta izin Majelis Hakim memutar rekaman percakapan telepon antara Lukman dengan Gugus, staf khusus Menteri Agama sekaligus kader PPP.

"Assalamualaikum, itu tolong cepet tanyakan ke Ketum (Romahurmuziy) yang (Kanwil) Sulbar gimana, lalu kemudian Jawa Timur bagaimana. Dua itu aja," kata suara Lukman dalam rekaman yang diputar di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta.

"Nggeh (baik)," jawab Gugus kepada Lukman dalam sambungan telepon.

Usai diperdengarkan, Jaksa KPK Abdul Basir kemudian mengonfirmasi mengenai suara dalam rekaman percakapan tersebut. "Suara siapa itu," tanya Jaksa Basir.

"Suara saya dan suara Gugus," jawab Lukman.

Jaksa Basir lalu menanyakan  alasan Lukman mengapa meminta pendapat Romi untuk posisi jabatan di Kemenag. Padahal diketahui Romi tak memiliki jabatan apapun Kemenag.

"Minta pandangan Ketum soal Sulbar, termasuk Jawa Timur. Dari dia (Romi) sendiri saja dua nama yang muncul. Haris didukung beberapa tokoh, dia mengusulkan nama yang berbeda. Masukan, bukan perintah," kata Lukman.

"Lalu apa tanggapan Ketum atas permintaan saudara?, tanya jaksa Basir ke Lukman.

"Sampai dengan saat ini saya tidak mendapatkan respon balik," jawabnya.

Lukman  tak memungkiri juga pernah mendapat masukan dari Romi mengenai nama Haris untuk menjadi Kakanwil Kemenag Jatim. Rekomendasi tersebut disampaikan langsung oleh Romi kepada Lukman.

"Oh ya yang terkait dengan Haris Hasanuddin hanya masukan dari Romahurmuziy (yang secara langsung)," katanya.

Lukman menyebut nama Haris direkomendasikan Romi atas masukan dari sejumlah pihak. Salah satunya Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.

"Yang terkait dengan saudara Haris, seinget saya saudara Romahurmuziy pernah menyampaikan kepada saya itu mendapat semacam rekomendasi dari pejabat, Gubernur Jatim beberapa tokoh ulama memberi apresiasi saudara Haris. Itu hanya sebagai saran dan masukan," terangnya.

Namun, Lukman membantah bila ada intervensi atau keharusan untuk menjalankan rekomendasi dari siapapun termasuk Romi terkait seleksi jabatan tinggi. Pemilihan jabatan tinggi, kata Lukman, mutlak ada ditangan Pansel dan Panpel.

"Sama sekali tidak. Saya merasa saya cukup mandiri untuk menjalankan kewenangan saya sebagai menag tanpa intervensi dari pihak manapun," terangnya.

Bahkan, sambung Lukman, nama yang direkomendasikan Romi untuk dipilih sebagai Kakanwil Kemag Jatim bukanlah Haris melainkan Amin Mahfud.

"Banyak hal yang diusulkan Romi yang tidak saya penuhi. Untuk (Kakanwil) Jatim itu Amin Mahfud dan tidak saya penuhi," kata Lukman.

Dalam kasus ini, Haris dan Muafaq Wirahadi diduga telah menyuap mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy. Suap diberikan agar Romi mengatur proses seleksi jabatan untuk kedua penyuap tersebut.

Romi selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b ayat (1) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin selaku penyuap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Muafaq juga dijerat Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement