Rabu 26 Jun 2019 14:17 WIB

8.644 Hektare Lahan Kekeringan, Emil Pantau Irigasi

Emil mengimbau warga untuk menghemat penggunaan air.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Gita Amanda
Lahan pertanian di Batujajar, Kabupaten Bandung Barat terkena dampak kekeringan, Rabu (26/6). Tanah tersebut mengalami retak-retak.
Foto: Republika/M Fauzi Ridwan
Lahan pertanian di Batujajar, Kabupaten Bandung Barat terkena dampak kekeringan, Rabu (26/6). Tanah tersebut mengalami retak-retak.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, telah berkoordinasi dengan pengelola bendungan dan irigasi agar pengairan kepada masyarakat tidak terganggu pada musim kemarau ini. Bahkan, menurut Ridwan Kamil, pihaknya sudah memantau kondisi sejumlah waduk seperti Cirata dan Jatiluhur di Kabupaten Purwakarta.

Walaupun menurutnya, berdasarkan hasil pantauan, fungsi kedua waduk tersebut masih berjalan baik. "Saya pantau untuk memastikan suplai air, irigasi berfungsi baik," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil kepada wartawan di Bandung, Rabu (26/6).

Baca Juga

Selain berkoordinasi dengan pengelola bendungan, Emil berharap antisipasi musim kemarau ini bisa lebih maksimal dengan pantauan cuaca dari berbagai pihak terkait. Hal ini sangat penting, agar lebih mudah dalam melakukan langkah-langkah antisipasi.

"Berharap cuaca ini termonitor," katanya.

Menurut Emil, ia menerima laporan sejumlah daerah di Jawa Barat sudah mengalami kekeringan. Misalnya, Karawang dan bagian utara lainnya. Oleh karena itu, ia mengimbau warga untuk menghemat penggunaan air agar cadangan air bisa dijaga dengan baik. "Kita harus melakukan penghematan air," katanya.

Sementara menurut Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Jawa Barat, Hendi Jatnika, sebanyak 8.644 hektare lahan pertanian di Jawa Barat mengalami kekeringan pada musim kemarau sekarang ini.

Hendi mengatakan, daerah yang paling terdampak berada di utara seperti Majalengka, Indramayu, dan Cirebon yang banyak lahan pertanian padi. Dari jumlah tersebut, Kabupaten Indramayu menjadi yang paling parah karena terdapat 1.456 hektare yang sudah tidak menerima pasokan air.

"Kedua Majalengka (1.266 hektare) dan Cirebon (811 hektare)," kata Hendi.

Selain di daerah tadi, kata dia, kekeringan pun terjadi di hampir seluruh kabupaten/kota. Lahan pertanian padi menjadi yang paling terdampak karena memerlukan pasokan air yang cukup.

"Sudah tidak ada hujan selama 20 hari terakhir. Potensi sumber air hanya cukup untuk mengairi sawah terdekat," katanya seraya menyebut lahan-lahan yang kekeringan tersebut posisinya cukup jauh dari irigasi.

Selain karena minimnya pasokan air, menurut Hendi, kekeringan di lahan pertanian pun terjadi karena ketidaktahuan petani dalam melakukan penanaman. Seharusnya, usai musim panen terakhir pada Februari-Maret, lahan ditanami palawija karena akan memasuki musim kemarau.

"Harusnya sejak April-Mei kemarin tuh jangan ditanami padi, tapi ditanami palawija, karena tidak perlu air yang banyak," katanya.

Sedangkan menurut Kepala Pusdalop Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat Budi Budiman, hingga saat ini belum ada pemukiman warga yang terdampak kekeringan. Namun, BPBD belum menemukan adanya warga yang kesulitan air.

"Di saat kekeringan, kami bertugas menyiapkan air untuk kebutuhan warga. Saat ini belum ada laporan warga kekeringan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement