Senin 24 Jun 2019 19:57 WIB

Dedi Mulyadi Nilai tak Ada Hal Mendesak Golkar Gelar Munas

Desakan Munas berasal dari urusan elite dan perorangan, bukan dengan kondisi partai.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Ketua DPD Golkar Jabar, Dedi Mulyadi.
Foto: Republika/Ita Nina Winarsih
Ketua DPD Golkar Jabar, Dedi Mulyadi.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Adanya desakan sejumlah pihak agar Partai Golkar menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub), memperoleh komentar dari Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi. Dia menilai, saat ini, tidak ada hal mendesak yang membuat Partai Golkar harus segera menggelar Munas. 

“Tidak ada peristiwa politik yang dihadapi Golkar saat ini, yang ada tentang menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Pilpres dan Pileg,” ujar Dedi dalam siaran persnya, Senin (24/6).

Dedi mengatakan, saat ini semua menunggu perumusan dan penetapan kabinet yang merupakan hak prerogatif presiden. Termasuk memilih tokoh Golkar yang memiliki kapasitas dan jabatan untuk menjadi menteri. 

“Munas itu agenda pembicaraan Golkar menghadapi 2024. Karena bicaranya lima tahun ke depan tidak mesti tergesa-gesa Bulan Oktober,” katanya.

Oleh karena itu, munas yang dalam jadwal baru akan digelar Desember 2019, tinggal dipatuhi seluruh pihak secara normal. Namun, kalau ada yang ingin menggelar Munas di Oktober berarti ada pihak-pihak yang kesengsem memiliki peran politik. "Kan di Oktober hubungannya dengan presiden, urusan kabinet,” katanya.

Indikasi tersebut, kata dia, menunjukan desakan Munas berasal dari urusan elite dan orang per orang yang tak ada sangkut pautnya dengan kondisi Partai Golkar saat ini. “Bukan murni urusan kepartaian,” kata Dedi.

Adanya alasan sejumlah pihak yang menuding Airlangga gagal mempertahankan 91 kursi Golkar di DPR RI sehingga harus ada Munaslub, Dedi menilai alasan tersebut tidak melihat kondisi riil Golkar menjelang Pileg 2019. “Golkar empat kali munas, Pak Airlangga jadi ketua umum ketika Golkar dalam kondisi sangat terpuruk,” katanya.

Menurut Dedi, Airlangga mampu memimpin Golkar meraih 85 kursi saat partai tersebut mendapat citra negatif kasus Setya Novanto dan Idrus Marham dan kasus hukum lain. Bahkan, survei memprediksi kursi Golkar di bawah dua digit. “Justru kami menilai raihan 85 kursi dalam situasi berat seperti ini masih raihan yang bagus,” kata.

Dedi mengaku kondisi ini dirasakan saat dirinya mengkampanyekan Golkar di lapangan. Namun meski di situasi konsolidasi yang terbilang pendek, Golkar masih bisa menunjukan hasil di Pileg 2019. “Sangat berat, tidak ada electoral effect dari Pilpres, opini negatif, 85 kursi itu sudah baik,” papar Dedi.

Menurut Dedi, urusan Munas maupun Munaslub merupakan urusan dapur Golkar. Para pihak yang berhak membicarakan hal ini, terbatas hanya pada Dewan Pembina, DPD Golkar tingkat I dan II dan Ketua Umum. “Hanya yang punya saham. Jadi kalau pihak dari luar Golkar ngomong soal Golkar, mohon maaf ini urusan rumah tangga kami,” paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement