REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan, adu opini dan lempar wacana antara Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait reklamasi Teluk Jakarta tidak relevan dan substantif. Menurutnya, baik Anies maupun Ahok berkontribusi pada reklamasi Teluk Jakarta yang mengancam kehidupan ribuan warga yang tinggal di wilayah Teluk Jakarta.
Sekretaris Jenderal Kiara, Susan Herawati mengatakan, kebijakan publik DKI Jakarta seharusnya memperhatikan nasib dan kesejahteraan ribuan warga teluk Jakarta. Sebab, warga Teluk Jakarta mengantungkan mata pencaharian melalui sumberdaya di perairan tersebut.
“Ahok dan Anies bagaimanapun adalah bagian penting dari proyek reklamasi. Dua-duanya telah menerbitkan izin reklamasi Teluk Jakarta yang berdampak buruk bagi masa depan Teluk Jakarta serta 25 ribu nelayan yang sangat tergantung dengan sumberdaya perikanan di perairan ini,” kata Susan melalui keterangannya, Senin (24/6).
Susan menyebut, Ahok dan Anies memiliki kesempatan dan kewenangan untuk tidak melanjutkan proyek reklamasi di Jakarta yang telah dimulai pada 1995. Namun hal tersebut, tidak dilakukan oleh keduanya dan memilih untuk melanjutkan kebijakan mengeruk Perairan Jakarta.
Oleh sebab itu, Susan mendesak agar Anies untuk menghentikan proyek reklamasi. “Tak ada pilihan, reklamasi harus dihentikan secara total tanpa kecuali. Sebab itu menyangkut hak rakyat Teluk Jakarta yang bahkan telah dimenangkan oleh pengadilan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN),” tegasnya.
Sebelumnya, Anies dan Ahok disebut mencari-cari alasan serta mencari pembenaran atas kebijakan reklamasi Teluk Jakarta yang mereka buat. Anies menyebutkan dasar hukum penerbitan 932 IMB adalah Peraturan Gubernur (Pergub) No. 206 Tahun 2016. Sedangkan, Ahok menyatakan bahwa Pergub tersebut belum bisa menjadi syarat penerbitan IMB, kecuali jika Peraturan Daerah DKI Jakarta sudah ada.
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menyebut, dalam penerbitan IMB pada umumnya, posisi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI sebagai regulator yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan atau tidak menerbitkan sebuah izin. Dalam kasus program pembangunan lahan reklamasi ini, posisi Pemprov DKI sebagai salah satu pihak dalam sebuah perjanjian kerja sama sekaligus sebagai regulator.
“Karena program reklamasi ini sejak awal, yaitu pada 1997, melibatkan swasta sebagai pelaksana. Lalu, hubungan antara Pemprov DKI dan pihak swasta itu diatur menggunakan perjanjian kerja sama. Perjanjian kerja sama itu secara hukum setara dengan undang-undang (UU) bagi kedua belah pihak yang terikat dalam perjanjian itu,” kata Anies, Rabu (19/6).
Anies melanjutkan, Pemprov DKI Jakarta terikat dalam perjanjian kerja sama dengan pihak swasta sebagai pelaksana program reklamasi. Perjanjian kerja sama tersebut ditandatangani pada 1997, diperbaharui pada 21 Mei 2012, 11 Agustus 2017, dan 2 Oktober 2017.
Kemudian, perjanjian kerja sama itu mengatur kewajiban pihak pelaksana reklamasi dan pihak Pemprov DKI. Salah satu kewajiban Pemprov DKI Jakarta dengan memberikan semua perizinan sepanjang pihak pelaksana reklamasi menunaikan kewajibannya.
Dalam kaitan dengan permohonan IMB, lanjut dia, kenyataannya, telah berdiri bangunan gedung yang dibangun sesuai dengan Pergub 206/2016. Semua keputusan pengadilan telah dikerjakan dan semua denda serta kewajiban telah dilaksanakan oleh pihak pelaksana reklamasi.
“Maka, sesuai perjanjian kerja sama, Pemprov DKI diharuskan untuk menjalankan kewajibannya, yaitu mengeluarkan IMB,” ujar dia.
Mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengklaim, ia mengeluarkan pergub soal reklamasi tersebut untuk membantu warga DKI Jakarta yang memiliki rumah, tetapi tidak membuat IMB. Karena, saat itu khusus pulau reklamasi.
Sedangkan, untuk pulau reklamasi saat itu tidak bisa terbitkan IMB karena belum ada dasar Peraturan Daerah (Perda). Kalau sekarang, dengan Pergub 206 bisa buat IMB pulau reklamasi. Artinya, Pergub yang sama pada 2016 tidak bisa terbitkan IMB pulau reklamasi.
“Pergub aku udah bisa untuk IMB reklamasi tanpa perlu perda lagi. Yang ada kewajiban 15 persen dari nilai NJOP dari pengembang untuk pembangunan DKI Jakarta,” kata Ahok.