REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri menjamin tak ada konflik kepentingan dalam penugasan anggota kepolisian di struktur kepemimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan anggota kepolisian yang ditugaskan ke lembaga atau badan lain, diwajibkan mengikuti aturan di tempatnya bertugas. Ia menegaskan, anggota Polri akan bertugas profesional meskipun dialihtugaskan ke lembaga-lembaga lain.
“Kita jangan berasumsi. Polri akan menempatkan siapa-siapa pati (perwira tinggi) terpilih untuk bekerja di kementerian, dan lembaga manapun untuk profesional, dan mengikuti kode etik yang ada di kementerian lembaga tersebut,” kata Dedi di Humas Polri, Jakarta Selatan (Jaksel), Senin (24/6).
Pernyataan Dedi menjawab tentang keraguan banyak pihak terkait kepemimpinan di KPK yang berasal dari satuan atau anggota kepolisian.
Dedi menerangkan, sejumlah pati Polri saat ini menjalani alihtugas pada 11 lembaga dan kementerian, termasuk KPK, serta badan eksekutif lainnya. Selama penugasan tersebut, kata Dedi tak pernah ada konflik kepentingan yang terkait dengan institusi dan anggota Polri.
Saat ini tercatat sembilan pati Polri yang mengikuti seleksi internal untuk masuk ke bursa pencalonan pemimpin KPK. Dari sembilan tersebut, rata-rata berpangkat bintang satu dan dua atau berpangkat brigadir jenderal dan inspektur jenderal.
Salah satunya Wakabareskrim Irjen Antam Novambar. Sembilan nama tersebut, belum final. Hasil dari seleksi di internal Polri baru akan disorongkan ke Panitia Seleksi (Pansel) KPK pada akhir bulan ini.
Partisipasi Polri dalam menyorongkan nama-nama calon pemimpin KPK sudah tradisi sejak awal pembentukan satuan antirisuwah tersebut. Namun partisipasi Polri itu kerap mendapat sinisme.
Indonesian Coruption Watch (ICW) organisasi swadaya pemerhati korupsi di Tanah Air menilai, Polri menjadi salah satu institusi penegak hukum terbobrok selain Kejaksaan RI. Peneliti ICW Kurnia Ramadhan, bahkan mengatakan, anggota Polri yang bertugas di KPK selama ini, pun punya kinerja yang buruk dan tak profesional.
Kurniawan mencontohkan sejumlah konflik kepentingan anggota Polri di KPK yang pernah terjadi beberapa tahun lalu. Seperti saat direktur penyidikan KPK Aris Budiman yang berlatar belakang Polri dengan pangkat brigadir jenderal, memilih mendatangi Komisi III DPR RI tanpa restu pemimpin KPK.
Contoh lain kata dia, ketika terungkap aksi dugaan perusakan barang bukti yang dilakukan oleh dua mantan penyidik KPK dari Polri, Roland dan Harun. Namun Kurniawan, tak memberikan contoh negatif para pemimpin KPK selama ini, yang berasal dari satuan Polri.