Ahad 23 Jun 2019 14:36 WIB

YLKI Beri Catatan atas Pelaksanaan Pekan Raya Jakarta

YLKI memiliki catatan terkait tarif masuk dan kenyamanan pengunjung

 Sejumlah warga memilih berbagai baju yang didiskon di area Pekan Raya Jakarta (PRJ), Selasa (13/6).
Foto: Republika / Darmawan
Sejumlah warga memilih berbagai baju yang didiskon di area Pekan Raya Jakarta (PRJ), Selasa (13/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI ) memiliki catatan khusus terkait pelaksanaan Pekan Raya Jakarta (PRJ). YLKI menilai manajemen Pekan Raya Jakarta (PRJ) kurang membuat nyaman pengunjung meski tarif masuk terbilang mahal.

Selain itu pemerintah Provinsi DKI Jakarta seharusnya mengawasi pelaksanaan PRJ ini."Masih ada waktu sepekan lagi bagi managemen PRJ untuk memperbaiki layanan dan kinerjanya," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, dalam keterangan tertulis, Ahad (23/6).

Baca Juga

Salah satu paket acara HUT ke-492 Jakarta adalah pelaksanaan PRJ atau Jakarta Fair, yang dilaksanakan per 22 Mei-30 Juni 2019."Pada hari Sabtu, saya mengunjungi PRJ. Memasuki area PRJ sekitar jam 16.15, dengan kemacetan yang parah. Dan baru bisa parkir sekitar jam 17.15 WIB," kata dia.

Ada beberapa catatan terhadap pelaksanaan Jakarta Fair ini yang menjadi tidak adil bagi konsumen atau pengunjung, yakni:

Tarif parkirnya menerapkan harga tetap, yakni Rp 30 ribu per kendaraan sekali masuk. Tarif sebesar ini terlalu mahal sehingga, menurutnya, sama saja menjadikan kenaikan tiket masuk secara terselubung.

Sedangkan tiket masuk tarifnya Rp 40 ribu perorang untuk pengguna mobil jadi total harus merogoh kocek Rp 70 ribu Kondisi area parkir sangat tidak nyaman, terbuka, dan berdebu. Selain itu, managemen PRJ seharusnya bisa menakar berapa kapasitas maksimal area PRJ dan area parkir.

Bukan malah sebaliknya, pengunjung terus diterima masuk ke area PRJ sehingga sangat sulit mencari area parkir, dan di dalam area PRJ sangat penuh sesak," kata dia.

Menurutnya hal itu, sangat tidak nyaman, sementara konsumen sudah membayar parkir yang sangat mahal dan tiket masuk yang mahal juga.

Kemudian terkait fasos fasus di area PRJ juga kurang memadai, khususnya keberadaan dari jumlah toilet dan mushola. Minim penandaan yang memberi pengunjung arah ke lokasi toilet dan mushola.

"Jadi pengunjung harus mencari-cari petugas untuk bertanya, dimana keberadaan toilet dan mushola. Selain itu terjadi antrian yang panjang di toilet perempuan. Disaat pengunjung membludak seperti itu, seharusnya disiapkan portable toilet," katanya.

Selain itu, di area PRJ banyak orang merokok dan SPG yang menjajakan dan mempromosikan produk rokok, dari beberapa merek. Rokok ditawarkan dengan promosi potongan harga Rp 20 ribu mendapatkan dua bungkus rokok, plus wadah asesorisnya.

Dengan demikian, PRJ yang mengklaim berskala internasional, kalah dengan area pasar tradisional di Bangkok, Pasar Tjacucak, yang terbebas asap rokok.

"Tidak ada orang merokok di pasar tersebut, apalagi ada SPG yang jualan rokok. Padahal area PRJ sebagai tempat umum adalah area KTR (Kawasan Tanpa Rokok)," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement