REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kekeringan memang menjadi ancaman utama yang telah menimpa sejumlah titik di DIY selama kemarau ini. Namun, jangan lupakan ancaman lain yang mengikuti kekeringan yaitu kebakaran.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, Biwara Yuswantana mengatakan, potensi kebakaran memang sangat tinggi ketika kekeringan. Karenanya, kesiapsiagaan mutlak diperlukan.
"Datangnya musim kemarau akan muncul potensi kebakaran karena kondisi panas menyebabkan daun-daun mengering berguguran, sehingga mudah terbakar," kata Biwara kepada Republika, Kamis (20/6).
Untuk itu, ia memberikan imbauan tidak cuma kepada masyarakat, tapi kepada wisatawan. Intinya, harus berhati-hati dengan api, tidak cuma yang berkapasitas besar melainkan sumber-sumber kecil.
"Baik dari puntung rokok, pembakaran sampah atau aktivitas-aktivitas lain yang bisa memicu kebakaran," ujar Biwara.
Selain penanganan kekeringan seperti droping air bersih, BPBD memberikan penanganan terkait kebakaran lahan. Sosialisasi terus pula dilakukan.
Sedangkan, untuk kekeringannya BPBD tetap mengacu kepada prediksi BMKG yang memprakirakan puncak kemarau terjadi pada Agustus. Maka itu, antisipasi-antisipasi sudah mulai dilakukan.
Salah satu yang awal dilakukan merupakan inventariasi daerah-daerah yang diperkirakan akan memerlukan droping. Baik berdasar tahun lalu, data tahun lalu maupun kondisi sekarang.
Untuk itu, BPBD DIY terus berkoordinasi dengan BPBD-BPBD kabupaten/kota. Dari sana koordinasi diteruskan ke kecamatan-kecamatan dan desa-desa di wilayah masing-masing.
"Kabupaten Gunungkidul dan Bantul sudah mulai droping air, Bantul sudah ada tiga daerah yang meminta droping," kata Kepala BPBD DIY, Biwara Yuswantana.
Mulai dari Desa Bawuran di Kecamatan Pleret, Desa Truharjo di Kecamatan Pandak sampai Desa Terong di Kecamatan Dlingo. Droping air masih terus dilakukan.
Sedangkan, untuk Kabupaten Gunungkidul, permintaan droping air malah sudah ada sejak 1 Juni 2019. Sejauh ini, droping air dilakukan ke Kecamatan Girisubo, Rongkop dan Paliyan.
"Sedangkan, Kabupaten Kulonprogo, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman belum ada permintaan," ujar Biwara.
Selain itu, ia menjelaskan, BPBD kabupaten/kota mempersiapkan pula penyediaan anggaran-anggaran. Sejauh ini, BPBD Gunungkidul menyiapkan Rp 528 juta atau setara 2.200 tanki.
Untuk Kulonprogo, disiapkan di Dinas Sosial dan BPBD menyiapkan armada tanki. Koordinasi telah pula dilakukan ke berbagai pihak yang biasa bermitra dalam droping.
Biwara berharap, Kabupaten Kulonprogo kasusnya tidak sebanyak tahun lalu karena tahun ini tidak ada penutupan Selokan Mataram. Sehingga, wilayah-wilayah yang kekurangan air diharap tidak banyak.
Ia menegaskan, BPBD DIY siap mendukung dan bermitra dengan OPD-OPD lain seperti Dinas Sosial yang mempunyai anggaran droping air. Sejauh ini, dua armada tanki dan operator disiapkan BPBD
Senada, Manager Pusdalops BPBD Kabupaten Bantul, Aka Luk Luk Firmansyah menuturkan, potensi kebakaran memang selalu ada saat musim kemarau. Malah, kebakaran sempat pula terjadi tahun lalu.
Ia menerangkan, di Kabupaten Bantul tahun lalu terjadi kebakaran kepada lahan dan hutan masyarakat. Aka berpendapat, tingkat kebakaran yang terjadi tahun lalu cukup tinggi.
Biasanya, diawali dari kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas masyarakat yang sebetulnya tidak terlalu berpotensi parah. Tapi, sebagian besar terjadi karena kelalaian.
"Bakar sampah tidak ditunggu atau tidak dilokalisir, ini yang tentunya dapat memicu kebakaran lahan atau hutan," ujar Aka.