Rabu 19 Jun 2019 18:11 WIB

Jubir TKN Tanggapi BPN yang tak Hadirkan Bukti DPT Invalid

Jubir TKN meyakini sejak awal BPN tak bisa menunjukkan bukti data DPT invalid.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Hafil
Hakim Mahkamah Konstitusi memperlihatkan sejumlah barang bukti pihak pemohon yang belum bisa diverifikai pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/6).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Hakim Mahkamah Konstitusi memperlihatkan sejumlah barang bukti pihak pemohon yang belum bisa diverifikai pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Ace Hasan Syadzily menilai Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga seperti sedang mempermalukan diri sendiri di depan hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Itu dikatakan Ace, menyusul ketidakmampuan Tim Hukum BPN dalam menghadirkan bukti daftar pemilih tetap (DPT) invalid 17,5 juta seperti yang mereka tuduhkan selama ini.

Ace meyakini sejak awal kubu BPN memang tidak bisa menunjukan data 17,5 juta DPT invalid tersebut. "Sejak awal kan sudah kita duga bahwa adanya invalid data DPT sampai 17 juta, ternyata tidak bisa dibuktikan secara faktual. Menurut saya jangan mempermalukan diri sendiri, itu kan kayak mempermalukan diri sendiri," kata Ace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/6).

Ace menilai padahal selama ini kubu BPN selalu meneriakkan dugaan kecurangan dengan adanya DPT fiktif dalam Pemilu 2019. Namun, ia mempertanyakan ketidakmampuan tim hukum BPN membuktikan dugaan tersebut di depan hakim MK.

Alih-alih menunjukkan bukti, tim hukum BPN justru meminta waktu untuk membawa bukti ke persidangan kepada hakim MK. Mereka kata Ace, justru beralasan terkendala persoalan teknis dalam menghadirkan bukti-bukti tersebut.

"Saya kira itu mengada-ada. Kalau mereka siap untuk membuktikan kecurangan, yang selalu mereka dengungkan, dari sebelum terjadi Pemilu, 17 April. Kalau mereka serius, tentu mereka menyiapkan sejak saat itu.

"Itu jauh sebelum dilaksanakan, mungkin sejak bulan September, mereka sudah teriak-teriak soal DPT-DPT itu, kalau mereka punya datanya kan tinggal dibuktikan sekarang. Itu narasi yang disampaikan, tapi miskin akan data dan bukti," kata politikus Partai Golkar tersebut.

Sebelumnya, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Enny Nurbaningsih, tak dapat menemukan alat bukti yang dicantumkan pemohon untuk membuktikan adanya data invalid dalam daftar pemilih tetap (DPT). Ia meminta kepada pihak pemohon untuk menghadirkan alat bukti itu di persidangan untuk dilakukan pengecekan silang dengan bukti lainnya.

"Saya mohon hadirkan bukti P-155 untuk saya konfrontir kemudian dengan bukti yang disampaikan KPU. Karena saya cari di sini bukti P-155 yang menunjukkan 17,5 juta (data invalid) itu tidak ada," ujar Enny dalam sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pemilihan presiden (pilpres) di Ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/6).

Mendengar itu, Hakim MK lainnya, Aswanto, meminta Tim Hukum Prabowo-Sandi selaku pemohon untuk menghadirkan alat bukti tersebut. Tapi, pemohon tidak dapat menghadirkan alat bukti tersebut pada saat itu juga. Mereka beralasan, penanggung jawab untuk alat bukti sedang mengurus dokumen verifikasi.

"Mohon kami diberi waktu oleh karena PIC-nya saudara Zulfadli, saudara Dorel Amir lagi mengurus dokumen-dokumen verifikasi," jelas anggota Tim Hukum Prabowo-Sandi, Nasrullah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement