REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kuasa Hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin menuntut majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak semua tuntutan yang diajukan tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terkait perkara hasil Pilpres 2019. Hal tersebut dituangkam dalam petitum yang dibacakan kuasa hukum pasangan calon (paslon) 01 dalam sidang kedua MK.
"Dalam permohonan, kami meminta majelis menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra, di Jakarta, Selasa (18/6).
Dalam petitum tersebut, Yusril mengatakan, tim hukum 01 juga memohon kepada majelis hakim untuk menerima eksepsi pihak terkait untuk seluruhnya. Dia melanjutkan, tim hukum calon presiden (capres) pejawat juga menyatakan bahwa MK tidak berwenang memeriksa permohonan pemohon, atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima.
Pakar hukum tata negara ini mengungkapkan, dalam eksepsi tuntutan tim hukum paslon 01 itu kabur atau tidak jelas (obsciur libel). Dia melanjutkan, hal itu karena adanya ketidaksesuaian posita dan petitum pemohon yang disampaikan dalam sidang.
Salah satu dasar atau alasan dari tuntutan pemohon berkaitan dengan permintaan kepada mahkamah untuk memerintahkan termohon dalam hal ini KPU melaksanakan pemungutan suara ulang di sejumlah provinsi. Tim hukum 01 menyebut tidak ada satupun dalil dalam posita yang menjelaskan alasan-alasan khusus terkait permohonan ini.
Dalam bacaannya, Yusril juga menilai petitum pemohon tidak berdasarkan hukum. Terlebih dalam petitum pemohon nomor 3,5, 13 dan 15. Tik Hukum 01 menilai, permohonan pemohon merupakan dalil indikatif dan prediktif.
Terkait dengan persyaratan yang disinggung dalam pokok perkara pemohon terkait calon wakil presiden (cawapres) Yusril menegaskan jika hal itu sudah memenuhi peraturan yang berlaku. Dia mengatakan, pendaftaran cawapres telah memenuhi seluruh persyaratan pendaftaran pasangan calon sebagaimana diatur dalam Pasal 227 UU Pemilu.
Dalam uraian petitumnya, tim kuasa hukum 01 juga menyinggung terkait dana kampanye yang dituding terdapat penggunaan dana kampanye yang absurd dan melanggar hukum yang dinilai tidak benar. Yusril juga membantah adanya pelanggarab Pilprea 2019 yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) seperti yang dituduhkan kubu oposisi.
Sejumlah bantahan lain yang juga dibacakan tim kuasa hukum berkaitan dengan ketidaknetralan aparatur negara seperti polisi dan intelejen, pembatasan media dan pers, hingga diskriminasi perlakuan dan penegakan hukum. Yusril menilai, uraian itu jelas menyimpulkan jika pemohon tidak mampu membuktikan dalil-dalil tuduhannya berdasarkan alat-alat bukti yang sah.
Karena itu, dia mengatakan, beralasan bagi mahkamah untuk menyatakan dalil-dalil pemohon tidak beralasan hukum seluruhnya dan permohonan pemohon karenanya patut untuk dinyatakan ditolak untuk seluruhnya. "Pada intinya kami menanggapi seluruh dari permohonan itu supaya didengar dan dipertimbangkan majelis dengan seadil-adilnya," kata Yusril lagi.
Sebagaimana diketahui, tim hukum Prabowo-Sandi mengajukan 15 butir petitum ke MK. Belasan tuntutan itu dibacakan pada sidang pendahuluan pada Jumat (14/6) lalu. Salah satu petitumnya adalah agar MK menyatakan batal dan tidak sah keputusan KPU Nomor 987/PL.01.08-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Mereka juga menyatakan jika perolehan suara yang benar adalah, 63.573.169 suara atau 48 persen bagi paslon 01 berbanding 68.650.239 suara atau 52 persen bagi paslon 02. Tim hukum Prabowo juga meminta MK untuk mendiskuakifikasi paslon 01 karena terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu secara TSM.