REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dianggap menghina Mahkamah Konstitusi (MK) karena mengkhawatirkan MK menjadi mahkamah kalkulator.
"Dalil pemohon yang mengkhawatirkan mahkamah menjadi mahkamah kalkulator adalah suatu bentuk penghinaan terhadap eksistensi MK yang sudah dibangun oleh yang mulia MK," ujar Ketua Tim Kuasa Hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Ali Nurdin, di Ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Selasa (18/6)
Ali menuturkan, dalam permohonannya, lebih dari sepertiga halaman pemohon berulang kali menuntut MK jangan bertindak sebagai mahkamah kalkulator. Pemohon meminta MK bertindak sebagai pengawal konstitusi yang dapat mengadili kecurangan pemilu atau pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang melanggar asas-asas pemilu luber-jurdil.
"Permohonan seperti ini berbeda dari umumnya, yang menitikberatkan pada materi pemeriksaan perkara yang menyangkut substansi permaslahan mengenai fakta-fakta hukum adanya berbagai jenis pelanggaran pemilu, yang berpengaruh terhadap perolehan suara paslon," terangnya.
KPU RI melihat hal tersebut sebagai pengalihan isu dari ketidakmampuan pemohon dalam merumuskan berbagai fakta hukum yang menjadi daftar perkara di persidangan. Pengalihan dengan membuat seolah MK akan bertindak tidak adil.
"Dalil tersebut terkesan mengada-ada dan cenderung menggiring opini publik seakan-akan MK akan bertindak tidak adil," kata dia.
Menurut Ali, jika kekhawatiran KPU RI itu benar, maka dalil-dalil pemohon yang mempertanyakan independensi dan kewenangan mahkamah akan sangat membahayakan kelangsungan demokrasi. Ia mengatakan, demokrasi selama ini sudah dibangun susah payah oleh seluruh komponen bangsa Indonesia.