Selasa 18 Jun 2019 00:15 WIB

Walhi: Argumentasi Anies Terbitkan IMB Reklamasi tidak Jelas

Menurut Walhi dasar hukum proyek reklamasi hingga keluarnya IMB terkesan dibuat-buat.

Rep: Umi Soliha/ Red: Andri Saubani
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta menilai, izin mendirikan bangunan (IMB) yang diberikan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan atas lahan reklamasi adalah bukti reklamasi adalah proyek kuasa modal. Menurut Walhi, kebijakan yang 'dipaksakan' untuk meloloskan proyek reklamasi hingga keluarnya IMB berdasar pada dasar hukum yang dibuat-buat.

Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi menyampaikan ada dua hal yang perlu disikapi dengan keluarnya IMB Pulau D. Yakni, mengenai keberadaan reklamasi secara keseluruhan dan argumentasi gubernur terkait penerbitan IMB.

"Argumentasi Gubernur DKI terkait pemberian IMB sangatlah tidak jelas, kerena berangkat dari argumentasi kebijaksanaan yang dipaksakan. Pertanyaan utamanya adalah apakah Gubernur DKI dapat tidak memberikan IMB, tentunya sangat bisa. Namun ia lebih memilih diterbitkan dengan alasan ketelanjuran," ujarnya dalam konferensi pers di kantor di kantor Eksekutif Nasional Walhi, Jalan Tegal Parang Utara, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Senin (17/6).

Terlebih, ujarnya, dengan menggunakan dasar kebijakan Pergub 206/2016 yang juga dibuat untuk menutupi ketelanjuran-ketelanjuran tersebut. Pergub yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 28/2002 tentang Bangunan Gedung juga tidak tepat dan terkesan dipaksakan. Sebab, menurutnya persoalan dasarnya terletak pada reklamasi dibangun di atas ruang yang belum jelas peraturannya.

Artinya Pergub 206/2016 dikeluarkan untuk 'memfasilitasi' pendirian bangunan di atas lahan reklamas, ujarnya. Di sisi lainnya, Gubernur DKI juga beralasan, IMB dikeluarkan karena pihak pengembangan sudah memenuhi prosedur.

"Dalam penjelasan Pasal 18 ayat (3) PP 36/2005 (pasal yang digunakan untuk membuat pergub 206/2016) dijelaskan, "dalam memberikan persetujuan mendirikan bangunan gedung, bupati atau walikota atau gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, harus meminta pertimbangan dari tim ahli bangun gedung..". Pertanyaan adalah apakah dalam mendirikan bangunan di atas lahan reklamasi Gubernur DKI Jakarta telah meminta pertimbangan dari tim ahli?," katanya.

Sementara, kata dia, pada 2018 lalu, Gubernur Anies menyegel bangunan di atas lahan tersebut. Kemudian juga pada tahun yang sama gubernur mencabut penyegelan karena pengembang dianggap sudah memenuhi kewajiban.

Dengan demikian, Walhi menilai, Anies seharusnya dapat membatalkan atau mencabut Pergub tersebut. Bukan hanya menarik draf Raperda Kawasan Strategis Pantura Jakarta.

Tubagus menyayangkan hanya draf raperda tersebut yang dicabut sedangkan pergub tidak. Padahal, menurutnya, kedua peraturan tersebut saling berkaitan.

Tubagus juga menjelaskan, dalam Pasal 9 huruf (a) Pergub 206/2016 telah jelas dicantumkan apabila Perda tentang Kawasan Strategis Panturan Jakarta ditetapkan, pergub tersebut harus disesuaikan dengan perda yang dimaksud dan segala resiko atas hal tersebut menjadi tanggung jawab pengembang Pulau C,D dan pulau E.

"Penting juga diketahui, pergub ini ditetapkan pada tanggal 25 Oktober 2016, sementara aktivitas pembangunan dan berdirinya bangunan sudah ada sejak sebelum peraturan itu ditetapkan. Bagaimana mungkin pergub yang dibuat dengan maksud dan tujuan memberikan pedoman, namun kenyataannya aktivis pembangunannya sudah berproses dan berdiri," tambahnya.

Alasan Gubernur Anies memberikan IMB karena alasan pekerjaan dan good governance dinilai mengada-ada. Walhi menilai, Gubernur DKI Jakarta sedang membawa lingkungan hidup Jakarta kearah yang semakin tidak jelas. Sama halnya dengan hilangnya kawasan hijau Jakarta yang teralih fungsi menjadi kawasan komersil karena pemerintah memfasilitasi keterlanjuran-keterlanjuran.

"Pemberian IMB kepada pengembangan adalah kejanggalan baru rezim reklamasi saat ini. Reklamasi harus dihentikan, dengan merujuk kepentingan reklamasi maka keberadaannya dengan bangunan diatasnya tidak dapat dipisahkan. Sebelum ada kejelasan soal mengenai reklamasi eksisting, maka Gubernur DKI harus menghentikan seluruh aktivitas, baik mendirikan bangunan diatasnya dan proses perampungan aktivitas reklamasi.

Anies Baswedan sebelumnya mengutarakan, reklamasi dan penerbitan IMB merupakan hal berbeda. Ia menyebutkan, adanya IMB merupakan bentuk pemanfaatan lahan hasil reklamasi.

"Dikeluarkan atau tidak IMB, kegiatan reklamasi telah dihentikan. Jadi, IMB dan reklamasi adalah dua hal yang berbeda. Itulah janji kami sejak masa kampanye," kata Anies melalui keterangan resmi yang dirilis Kamis (13/6) malam.

Ia menjelaskan, reklamasi adalah kegiatan membangun daratan di atas perairan atau pembuatan lahan baru. Anies mengatakan, kegiatan reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta telah dihentikan.

Dari 17 lokasi itu, empat kawasan pantai sudah terbentuk. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan untuk memanfaatkan empat kawasan pantai itu untuk kepentingan umum berdasarkan hukum yang berlaku. Ia menjelaskan IMB diterbitkan terkait izin pemanfaatan lahan hasil reklamasi dengan cara mendirikan bangunan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement