Selasa 18 Jun 2019 00:01 WIB

Polisi Tangkap Penyebar Hoaks Server KPU Diatur

Tersangka mengaku data yang disampaikan diterima dari media sosial.

Pelaku begal ditangkap (ilustrasi).
Pelaku begal ditangkap (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap seorang pria berinisial WN (54) yang menyampaikan informasi soal server atau peladen Komisi Pemilihan Umum yang telah diatur untuk memenangkan pasangan calon tertentu di Pilpres 2019. Pelaku ditangkap di Boyolali.

"Kami melakukan penangkapan terhadap saudara WN ini di daerah Solo, kami menangkap pada 11 Juni pukul 21.45 WIB di jalan Mangunreja, RW 01/RW 01, Kelurahan Mojogeli, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali," ujar Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri Kombes Pol Rickynaldo Chairul di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Senin (17/6).

Baca Juga

Tersangka disebutnya mengakui data yang disampaikan diterimanya dari media sosial tanpa melakukan penelitian sendiri.

Tersangka WN yang merupakan anggota tim teknologi dan informasi (TI) salah satu pasangan calon itu menyampaikan hoaks bahwa tujuh lapis peladen KPU bocor sehingga diketahui sudah ada pengaturan untuk kemenangan salah satu calon.

Selanjutnya pada 3 April 2019 hoaks yang disampaikan itu akhirnya viral di sejumlah media sosial, yakni Twitter, Instagram dan Facebook.

Beberapa hari setelah viral, dua tersangka penyebar informasi soal peladen, yakni EW ditangkap di Depok, Jawa Barat, dan RD ditangkap di Lampung.

Sementara dari tersangka EW, polisi menyita tiga telepon genggam, dua "SIM card" dan dua unit kartu ATM.

Untuk tersangka, atas perbuatannya polisi menjerat dengan Pasal 14 ayat 1 dan 2, dan Pasal 15 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Kemudian ditambah pasal 310 KUHP dan atau 311 dan Pasal 207 KUHP dengan ancaman penjara setinggi-tingginya hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp750 juta," ujar Rickynaldo.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement