Senin 17 Jun 2019 16:41 WIB

Semua Pihak Harus Saling Mengingatkan Bahaya Balon Udara

Kehadiran balon-balon udara itu sangat bisa mengganggu penerbangan.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Petugas mengamankan satu buah balon udara terbuat dari plastik dengan diameter satu meter dan tinggi sekitar tujuh meter.
Foto: Antara/Destyan Sujarwoko
Petugas mengamankan satu buah balon udara terbuat dari plastik dengan diameter satu meter dan tinggi sekitar tujuh meter.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Jatuhnya balon udara liar ke rumah warga di Kabupaten Sleman, DIY, beberapa waktu lalu, bukan kejadian besar. Justru, itu jadi salah satu contoh bahaya paling kecil akibat balon udara liar.

Kejatuhan balon udara jelas bisa menimbulkan bahaya besar. Artinya, tidak cuma trafo listrik, bisa begitu banyak rumah terbakar dan tidak terbayang berapa orang menjadi korban.

Sekda DIY, Gatot Saptadi mengatakan, masyarakat sebenarnya sudah berkali-kali diberikan imbauan. Walaupun, tampaknya belum terlalu tersampaikan karena balon udara lagi-lagi menimbulkan bencana.

"Sudah diimbau berkali-kali. Artinya, itu memang sesuatu yang dilarang untuk area-area penerbangan," kata Gatot, di Kepatihan.

Ia menekankan, kehadiran balon-balon udara itu sangat bisa mengganggu penerbangan. Karenanya, Gatot berharap, sosialisasi tidak cuma menjadi tugas pemerintah, tapi tugas bersama.

"Berharap semua pihak saling mengingatkan, masyarakat, komunitas, aparat, bahaya itu," ujar Gatot.

Pekan sebelumnya, General Manager Airnav Yogyakarta, Nono Sunariyadi, mengaku sudah menerima 14 laporan soal balon-balon udara liar. Angka tersebut terhitung sejak 4-8 Juni 2019.

"Untuk laporan penerbangan balon liar sampai (8/6) kemarin itu ada 14 yang dilaporkan untuk wilayah Yogyakarta," kata Nono, di Bandara Adisutjipto Yogyakarta.

Namun, 14 laporan itu tidak melulu tiap satu laporan satu balon. Ada pilot-pilot yang dalam satu laporan melihat tiga, lima, bahkan belasan balon-balon liar satu kali terbang.

Tahun lalu, periode yang sama, Airnav Yogyakarta menerima 29 laporan. Jadi, dibandingkan tahun lalu, memang ada penurunan cukup banyak atau sekitar 50 persen.

Namun, ia menekankan, balon-balon udara liar sangat mengganggu penerbangan. Sehingga, tetap dilakukan sosialisasi peraturan menggandeng polisi, TNI, camat, dan tokoh-tokoh masyarakat.

Nono berharap, penerbangan balon-balon udara secara liar tidak dilakukan lagi. Karenanya, Airnav telah pula mengakomodir dalam bentuk festival balon udara.

"Dengan diikat ketentuan-ketentuan yang sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 40 Tahun 2018," ujar Nono.

Ia menyayangkan, hingga hari ini masih terus ada orang-orang yang menerbangkan balon udara secara liar. Utamanya, di jalur-jalur penerbangan yang menuju Yogyakarta.

Ada jalur dari Jakarta, Cilacap ke Yogyakarta, dan dari Jakarta, Cirebon, Indramayu dan Yogyakarta. Nono mengungkapkan, ketinggian balon-balon liar itu banyak pula yang melebihi 3.000 kaki lebih.

Padahal, ia merasa, Airnav sudah intens melakukan sosialisasi terkait peraturan penerbangan balon udara. Mulai 2015, 2016, 2017, dan 2018, sudah empat kali mengadakan sosialisasi di Wonosobo.

"Ketentuannya, diameternya empat meter, tinggi balon tujuh meter, kemudian diikat ketinggian terbang maksimum 150 meter, tapi kalau sudah dilepas ketinggian dan arah tidak jelas," kata Nono.

Sejauh ini, Airnav menemui balon-balon itu merupakan milik komunitas-komunitas. Selain itu, di Wonosobo biasanya satu RT atau satu RT memiliki acara-acara serupa.

Nono berpendapat, selama ini kejadian-kejadian balon udara liar terus terjadi lantaran dirasa sebagai tradisi syawalan. Walaupun, sudah mengetahui ada peraturan terkait itu.

Selain itu, ia merasa, masih banyak masyarakat yang belum pula menyadari itu mengganggu penerbangan. Karenanya, secara intens sosialisasi terus dilakukan.

"Kita baru melakukan (tindakan) secara persuasif, sosialisasi, tapi akan ditindak tegas kalau sudah disampaikan persuasif tapi masih melanggar," kata Nono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement