REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)-KH Ma'ruf Amin mempertanyakan jumlah saksi yang akan dihadirkan oleh tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. TKN menilai jumlah saksi tersebut melebihi ketentuan.
Wakil Ketua TKN Bidang Hukum, Arsul Sani, mengatakan permintaan kubu Prabowo-Sandi untuk menghadirkan sebanyak 30 saksi berpotensi menabrak peraturan Mahkamah Konstitusi (MK). Arsul menyatakan, Peraturan MK menyatakan, dalam beracara, jumlah saksi yang diperbolehkan adalah sebanyak 15 saksi fakta dan dua saksi ahli.
"Jangan kemudian karena baru kepikiran sekarang saksinya banyak, kemudian mau mengobrak-abrik semua ketentuan beracara, kalau dari awal mereka well plan, well organize, direncanakan baik, (maka) bukan hanya pikiran sesaat," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta (17/6).
Untuk itu, Arsul pun menduga kubu Prabowo belum membaca peraturan sebelum meminta untuk menghadirkan 30 saksi. "Kalau mau protes sebelum mengajukan permohonan memangnya tidak dibaca dulu peraturan tata tertibnya?" kata Arsul.
Arsul juga berkomentar soal kekhawatiran kubu Prabowo terkait keamanan para saksi. Menurut dia, kekhawatiran itu merupakan upaya pembentukan narasi dan opini publik dari tim 02.
Sebab, kata Arsul, tim hukum 02 belum pernah menyampaikan adanya saksi yang menerima suatu ancaman dari pihak tertentu. "Salah satu yang harus kita kagumi dari tim hukum 02 adalah ikhtiar menciptakan narasi atau opini publik, apakah faktanya demikian kan belum jelas," kata Arsul.
Arsul menilai permintaan perlindungan saksi yang diajukan Tim Hukum Prabowo-Sandi pun tak memenuhi syarat. Pada UU 13 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, saksi yang dilindungi adalah saksi dalam perkara pidana.
Sementara, kasus ini adalah kepemiluan. "Apakah kemudian akan diterima atau tidak oleh LPSK atau MK, ya silahkan diputuskan, TKN tak dalam posisi mementang atau tak menentang itu," ujar dia.
Soal saksi, Arsul menambahkan, TKN sudah siap dengan seluruh saksi. Ia menyinggung agar kasus Pilkada Kotawaringin Barat tidak terulang.
Arsul menuding, pada kasus tersebut saksinya direkayasa dan berharap agar tak terjadi rekayasa di sengketa Pilpres ini. "Saksinya direkayasa, apalagi saksi yg dimintakan perlindungan itu sesungguhnya kalau benar itu saksi yang direkayasa terus minta memberikan perlindungan, maka kami akan memproses hukim selanjutnya, maupun saksi atau orang yang merekayasa," kata Arsul menegaskan.