Ahad 16 Jun 2019 21:43 WIB

Investigasi 65 Kontainer Berisi Limbah Plastik Berlanjut

Investigasi kontainer yang diduga memuat limbah B3 ini dilakukan tim gabungan

Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Vivien Rosa memberikan keterangan saat diwawancara di Jakarta, Selasa (29/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Vivien Rosa memberikan keterangan saat diwawancara di Jakarta, Selasa (29/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Investigasi terus berlanjut terhadap 65 kontainer yang diduga mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) oleh tim gabungan di Pelabuhan Bongkar Muat, Batu Ampar, Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Tim ini terdiri atas pihak-pihak dari Kementerian Bidang Kemaritiman, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam, dan Kantor Pelayanan Umum Bea Cukai Batam.

Sebanyak 65 kontainer itu milik empat perusahaan yang datang secara bertahap sejak awal Mei 2019.

Baca Juga

"Kalau (65 kontainer yang ada di) Batam baru akan di investigasi minggu ini. Saya belum bisa kasih penjelasan," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati saat dihubungi Antara di Jakarta, Ahad (16/6).

KLHK, lanjut Vivien, menyiapkan sejumlah langkah jangka pendek dan panjang untuk mengatasi persoalan masuknya sampah atau limbah B3 secara ilegal melalui jalur impor ini.

Untuk jangka pendek ia mengatakan pemerintah melakukan re-ekspor material impor termasuk kertas dan plastik yang mengandung sampah. KLHK akan melakukan verifikasi di lapangan untuk memastikan jumlah sampah ikutan dalam impor kertas bekas.

Selanjutnya, KLHK akan meningkatkan koordinasi dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) tentang kebutuhan impor kertas bekas untuk material. Selain itu, pihaknya juga meningkatkan koordinasi pengawasan dengan Kementerian Keuangan yang dalam hal ini diwakili Ditjen Bea Cukai.

Adapun untuk langkah jangka panjang, KLHK mengusulkan perubahan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun. Menurut Vivien, frasa lain-lain di aturan tersebut perlu diperjelas.

Pihaknya juga mengusulkan pergeseran kertas dari jalur hijau menjadi jalur merah Bea Cukai apabila ternyata jumlah sampah yang masuk melalui jalur impor itu sangat besar.

Vivien menuturkan, pihaknya juga akan melakukan perhitungan atau kajian sampah ikutan dari impor kertas, menyusun prosedur perhitungan sampah ikutan dalam kertas impor, dan menyampaikannya kepada seluruh kementerian/lembaga terkait.

Selain itu, akan dibangun pula mekanisme penegakan hukum bagi penanggung jawab yang terbukti melakukan impor sampah.

Jika terbukti melakukan impor sampah atau limbah B3 dapat dijerat dengan Undang-undang (UU) 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sehingga dapat terancam pidana sebagaimana Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) dengan hukuman paling sedikit tiga tahun dan paling lama 12 tahun dan denda antara Rp100 juta sampai dengan Rp5 miliar.

Selain itu, dengan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Sampah. Pelaku dianggap melanggar Pasal 98, Pasal 104, sehingga bisa diancam dengan Pasal 105 dan Pasal 107.

Pelaku juga melanggar Konvensi Basel yang telah diratifikasi melalui Perpres Nomor 47 Tahun 2005 dan melanggar Permendag Nomor 31/M-Dag/per/5/2016 tentang ketentuan import limbah Non-B3.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement