Ahad 16 Jun 2019 17:14 WIB

Budiman: Semburan Dusta tak Bisa Capai Kemenangan Politik

Dalam politik kekinian, semburan dusta dikenal dengan istilah firehose of falsehood.

Politisi PDIP Budiman Sudjatmiko berbicara kepada wartawan di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (19/9).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Politisi PDIP Budiman Sudjatmiko berbicara kepada wartawan di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (19/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia, Budiman Sudjatmiko menegaskan, semburan dusta atau kebohongan tidak akan bisa mencapai kemenangan politik di Indonesia. Dalam politik kekinian, semburan dusta dikenal dengan istilah firehose of falsehood.

"Kami menganalisis karena masyarakat di Indonesia kita bisa mengalahkan semburan dusta, maka semburan dusta di Indonesia tidak bisa mencapai kemenangan politik," kata Budiman saat menghadiri Forum Inovator 4.0 Indonesia bertajuk "Kecerdasan Buatan dan Biopolitik; Membangun Masyarakat Kebal Semburan Dusta" sebagaimana siaran pers di Jakarta, Ahad (16/6).

Dia mengatakan, masyarakat Indonesia mampu mengalahkan semburan dusta atau firehose of falsehood sepanjang penyelenggaraan Pemilu 2019. Namun, semburan dusta tidak berhenti setelah Pemilu usai. Dia mengingatkan, kabar bohong bertebaran dengan pola yang terstruktur, diulang-ulang, dan mengaduk-aduk emosi serta kepercayaan seseorang.

"Kebohongan jumlahnya tidak terhingga dan bisa disebarkan siapapun menggunakan berbagai saluran," ujar dia.

Menurut Budiman, semburan dusta semakin subur saat masyarakat penerimanya menyukai kabar bohong asal menyenangkan. Padahal, kata dia, daya rusak semburan dusta begitu nyata, memengaruhi individu hingga bisa merusak tatanan sosial suatu bangsa.

"Semburan dusta ini tidak berhenti dan bikin kecanduan," ungkap Budiman.

Oleh karena itu, Budiman menyerukan Indonesia harus membangun sumber daya manusia yang kebal semburan dusta dengan membuat gerakan studi otak dan genetik manusia. Dia mengajak inovator di dalam dan luar negeri untuk terlibat dalam gerakan studi otak dan genome tersebut.

"Kita pasti bisa. Dulu sejarah kebebasan, lalu awal 2000 kita masuk era keadilan, sekarang Indonesia harus masuk masanya kemajuan," ungkap Budiman.

Selain Budiman, hadir juga sebagai narasumber dalam forum itu yakni ahli neuro sains dari Tokyo University Hospital, DR Ryu Hasan; Kandidat Doktor dalam Rekayasa Genetik Universitas Oxford, Muhammad Hanifi; dan pendiri Bandung Fe Institute serta ahli kompleksitas, Hokky Situngkir.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement