REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan membantah tuduhan kubu paslon capres-cawapres Prabowo-Sandiaga Uno soal dugaan penggelembungan suara dan pencurian suara Pilpres 2019. Penggelembungan dan pencurian suara ini diduga mencapai 16,7 juta hingga 30,4 juta suara.
"Tuduhan pengelembungan suara sebanyak 17 juta suara (atau lebih) sungguh tidak dapat diterima," ujar Wahyu ketika dikonfirmasi wartawan, Rabu malam (12/6).
Menurut dia, semua proses penyelenggaraan pemilu yang dilakukan KPU sudah berpedoman pada prinsip independensi, profesional, dan transparan. Bahkan, kata Wahyu, KPU selalu membuka ruang bagi partisipasi masyarakat, termasuk saksi dari paslon capres-cawapres Prabowo-Sandiaga Uno.
"Dalam rekapitulasi berjenjang mulai dari PPK, KPU kabupaten/Kota, KPU provinsi dan KPU RI, saksi paslon 02 tidak pernah berkeberatan dan mengajukan data pembanding terkait dengan selisih perolehan suara," ujarnya.
Wahyu mengatakan KPU akan membantah tuduhan Prabowo-Sandi di MK. Bantahan tersebut akan disampaikan melalui bukti dan data pendukung yang akurat dan otentik.
"Oleh karena itu, KPU siap menghadapi tim hukum BPN Prabowo-Sandiaga Uno dalam persidangan sengketa perselisihan hasil pemilu (PHPU) di MK dengan bukti dan data dukung yang lengkap," katanya.
Sebelumnya, dugaan penggelembungan ini diungkapkan Prabowo-Sandiaga Uno dalam lampiran perbaikan permohonan perkara sengketa PHPU Pilpres yang sudah teregistrasi di MK. Pada nomor 218 lampiran perbaikan permohonan perkara sengketa PHPU Pilpres, disebutkan pemohon (Prabowo-Sandiaga Uno) meyakini ada kecurangan pemilu yang membuat terjadinya penggelembungan dan pencurian suara yang jumlahnya diantara 16.769.369 sampai dengan 30.462.162 suara. Kondisi tersebut sangat berpengaruh dan merugikan perolehan suara dari pemohon.
Karena itu, Prabowo-Sandi meminta MK memerintahkan KPU sebagai termohon untuk mengonfirmasi fakta penggelembungan suara dengan cara membandingkan DPT sesuai Penetapan yang sah dari Termohon, seluruh jumlah TPS, suara sah dan tidak sah serta rekap seluruh daftar hadir khususnya seluruh provinsi di Pulau Jawa, seluruh provinsi di Sumatra, seluruh provinsi di Kalimantan, di provinsi Bali, Provinsi NTB, provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara serta provinsi Papua dan Papua Barat. Hal ini dilakukan sebagai langkah awal untuk dapat membuktikan pemilu dilakukan secara bebas, rahasia, jujur dan adil.