REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) kembali menyelenggarakan program Lintas Media 2019 bertemakan "sirkular" di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada 11 hingga 15 Juni 2019. Pameran dan pertunjukan dalam Lintas Media 2019 ini hendak memperlihatkan dua model fenomena dari praktik-praktik artistik yang menggunakan media mainstream maupun baru serta putaran yang berlangsung dari model karya manual-konvensional hingga ke digital nonkonvensional.
Kurator Lintas Media 2019 Ugeng T Moetidjo menjelaskan, Lintas Media 2019 juga dimaksudkan untuk mengenal lebih dalam tentang seni kontemporer yang memungkinkan seniman untuk 'menelanjangi' rahasia-rahasia dari proses penciptaan suatu karya seni. Hal ini berbanding terbalik dengan seni modern yang cenderung menyembunyikan setiap proses penciptaan karya.
"Praktik seni kontemporer membuka selubung tentang apa rahasia senimannya atau apa yang dikerjakan seniman dibalik karya. Yang memungkinkan publik melihat atau bahkan terlibat dalam ruang kerja seniman," kata Ugeng dalam konferensi pers program Lintas Media 2019 di Teater Kecil TIM, Selasa (11/6).
Lintas Media keempat ini melibatkan para seniman lintas generasi, campur aduk dari segi usia, latar belakang maupun disiplin yang mengantar karya-karya mereka. Seniman yang terpilih antara lain Abi ML, Andi Suspandari, dan Damar Rizal Marzuki yang berasal dari seni teater. Anggun Priambodo, Gelar Agryano. dan Natasha Abigail dilibatkan dari seni instalasi video.
Lalu ada Budi Klontonk dari seni rupa, Dadang Badoet dari instalasi seni rupa, Dzikra Afifah dari instalasi patung, Indraswara DP dan Guntoro Sulung dari intalasi objek, Maya Azeezah dari film, dan Tewel Seketi daru instalasi fotografi.
Pada proses kurasi, Ugeng menjelaskan ia lebih fokus pada alur peta kerja seniman juga diri seniman itu sendiri. Sebagai kurator ia mengaku tidak mengintervensi atau tidak terlalu ikut campur atas hasil karya setiap seniman.
"Jadi lebih pada mendiskusikan apa yang bisa didiskusikan dari karya tersebut jika dihadirkan di sini. Karena sebelumnya karya itu sudah pernah ada atau pernah dipentaskan. Jadi Bagaimana itu digarap ulang di satu tempat yang berbeda. Apakah ruang ini bisa jadi membuat karya itu beda?" jelas dia.
Istilah lintas media mulai terlihat melalui gerakan Fluxus pada dekade 60-an. Disiplin pengetahuan maupun media dalam spesifikasinya masing-masing kian menyadari keterbatasannya.
Dari situlah kerja sama lintas disiplin maupun kerja lintas media menjadi aktivisme baru. Kinerja ini, yang kini dinamai sebagai Lintas Media masih berkaitan dengan diagram lingkaran Dick Higgins yang memperlihatkan titik-titik saling bersinggungan antar media kesenian.