Rabu 12 Jun 2019 06:41 WIB

Belajar Menulis Novel Bersama Asma Nadia dan Republika

Ide tidak selalu datang begitu saja, harus selalu dicari dan digali.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Karta Raharja Ucu
Suasana pelatihan menulis novel bersama Asma Nadia di Kantor Republika, Jakarta, Rabu (24/4).
Foto: Republika/Prayogi
Suasana pelatihan menulis novel bersama Asma Nadia di Kantor Republika, Jakarta, Rabu (24/4).

"Mengapa Anda ingin jadi penulis?" Pertanyaan yang dilontarkan oleh Asma Nadia itu pun seketika disambut antusiasme. Tangan-tangan mengacung seolah tak sabar ingin segera menjawab. Berada di salah satu ruangan di kantor Harian Republika, Asma tampaknya ingin tahu motivasi menulis puluhan peserta Workshop Menulis Novel.

Satu per satu peserta mengungkap beragam alasan mereka. Ada yang ingin mengekspresikan diri, mengabadikan pengalaman, memprotes sesuatu, meredakan trauma, bahkan hendak eksis. Semua itu lumrah. Menulis dengan tujuan menjemput rezeki pun sah-sah saja.

Asma mengaku bersyukur profesi menulis membuat dia mendapat royalti yang tidak sedikit. Ada banyak alasan untuk menulis. "Tuliskanlah pemikiran dan pengalaman karena tanpa dituliskan akan menjadi sia-sia," kata Asma.

Hendak menulis apa, hal itu tentunya dikembalikan kepada masing-masing peserta. Asma yang sudah menerbitkan 56 buku berfokus pada proses penulisan novel. Menurut Asma, orang yang mampu menulis fiksi bisa menulis apa saja karena dia akan memiliki kemampuan dasar menyajikan informasi dengan pendekatan menarik dan populer.

photo
Suasana pelatihan menulis novel bersama Asma Nadia di Kantor Republika, Jakarta, Rabu (24/4).

Setelah membahas pentingnya motivasi dalam menulis, Asma menjelaskan sejumlah tantangan menulis novel. Penggarapannya tentu berbeda dengan karya lain seperti cerpen. Dengan konten yang lebih panjang dan konflik lebih kompleks dibandingkan cerpen, penulisannya pun berbeda. Menulis novel membutuhkan perencanaan, riset, imajinasi, serta kesabaran lebih.

Meskipun, ungkap Asma, bisa saja ada orang yang merasa lebih mudah menggarap novel dibandingkan cerpen. Hal itu bergantung pada jam terbang menulis dan kebiasaan tiap penulis.

Asma sendiri tidak percaya menulis adalah bakat. Menurut dia, menulis adalah keterampilan yang harus selalu diasah. Ide tidak selalu datang begitu saja, harus selalu dicari dan digali.

Penjelasan hari itu mencakup pula berbagai unsur cerita, mulai dari penokohan, latar, konflik, dan plot. Asma juga membagikan kiat supaya novel yang ditulis berbeda dari karya lain. Salah satunya, dengan mengeksplorasi pengalaman unik yang hanya dimiliki sang penulis. Personalisasi itu sangat penting, termasuk menggali secara detail dari tema besar yang diangkat.

Tidak sampai di situ saja, penulis punya sejumlah tugas lagi setelah novel berhasil dirampungkan. Asma membahas sejumlah upaya tak kenal lelah untuk menjangkau penerbit. Dia membagikan cerita saat awal 1999 novel pertamanya diterbitkan. Asma sedih karena desain sampul novel kurang baik dan ketidaksesuaian huruf serta kertas yang digunakan.

Karena itu, sangat penting komunikasi dengan penerbit yang setuju memublikasikan buku. Penulis juga harus proaktif mempromosikan karyanya lewat media sosial dan komunitas.

"Jangan hanya senang setelah buku terbit. Penulis yang aktif dan peduli sangat membantu penerbit dan membuat buku lebih bisa survive," tuturnya.

photo
Suasana pelatihan menulis novel bersama Asma Nadia di Kantor Republika, Jakarta, Rabu (24/4).

Para peserta yang mengikuti pelatihan Asma hari itu berasal dari lintas profesi dan usia. Asrofi yang sudah berusia 60 tahun, tidak mau ketinggalan menuntut ilmu dari rekan-rekan mudanya. Pria kelahiran Tegal yang tinggal di Jakarta itu ingin mengisi waktu luangnya di masa pensiun. Asrofi tidak asing dengan kegiatan menulis, bahkan dia sudah punya beberapa draf novel.

Salah satu ketertarikan Asrofi mengikuti pelatihan adalah sebuah keterangan pada poster acara. Asrofi membaca ada kesempatan berjumpa penerbit, yang tidak ingin dia lewatkan. Mantan kepala sekolah SMP 157 Jakarta itu pun sudah menyampaikan salah satu draf bukunya kepada Penerbit Republika. Sambil menambah wawasan, dia pun memperluas jaringan.

"Banyak yang bisa dipelajari, dan itu sesuai dengan apa yang selama ini sudah saya lakukan. Tinggal meneruskan saja," ujarnya.

Ada pula Sophia Regina, peserta milenial yang juga pelajar kelas X SMU itu jauh-jauh datang ke Jakarta dari rumahnya di Cileungsi, Kabupaten Bogor. Kegemaran dalam dunia tulis-menulis menjadi alasan utama Sophia mengikuti Workshop Menulis Novel Asma Nadia yang dihelat Republika. Dia ingin semakin mengasah kemampuannya.

Selama ini, Sophia sudah menulis sejumlah cerpen. Suatu saat, dia bertekad merampungkan buku nonfiksi dan buku fiksi lantas menerbitkannya. Setelah menyimak materi dari Asma, perempuan kelahiran 17 Desember 2003 itu semakin memahami konsep menulis yang baik. Dia pun senang bisa berjumpa salah satu penulis idolanya.

"Semoga bisa menulis lebih terstruktur, menggali lebih banyak ide lagi," kata Sophia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement