REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengatakan, dalam proses penanganan sengketa perselisihan hasil pemilu (PHPU) pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) tidak terdapat jadwal perbaikan gugatan. Dia menilai, gugatan pertama yang disampaikan oleh pemohon merupakan dasar bagi KPU untuk menyampaikan jawaban.
Hal ini diungkapkan Hasyim menangggapi perbaikan gugatan yang diajukan oleh Tim Hukum BPN Prabowo-Sandiaga Uno pada Senin (10/6). "Jadi, untuk persidangan PHPU pilpres tidak ada jadwal perbaikan gugatan. Tidak ada," ujar Hasyim ketika dikonfirmasi wartawan Selasa (11/6).
Kondisi tersebut, kata dia, berbeda dengan proses penanganan PHPU pileg yang terdapat jadwal untuk perbaikan gugatan. Sehingga, menurut dia, apa yang sudah disampaikan pada saat permohonan terdahulu akan menjadi dasar KPU menjawab gugatan PHPU pilpres dari BPN.
"Kalau tidak ada jadwalnya maka dapat diasumsikan bahwa ya apa adanya yang sudah disampaikan atau diajukan ke MK itulah yang akan jadi dasar KPU menjawab gugatan, " ujar Hasyim.
Sementara itu, Juru Bicara MK, Fajar Laksono, membenarkan jika perbaikan permohonan pemohon dalam perkara PHPU pilpres tidak diatur dalam Peraturan MK (PMK) Nomor 4 Tahun 2018 dan PMK Nomor 1 Tahun 2019. Namun, kepaniteraan MK tidak berwenang menolak perbaikan permohonan yang disampaikan pemohon.
"Sekiranya ada dan akan diserahkan perbaikan permohonan, sebenarnya dapat disampaikan langsung oleh pemohon nanti pada saat sidang pendahuluan pada Jumat, (14/6) mendatang. Kalau memang berkas perbaikan permohonan akan diserahkan hari ini, tentu kepaniteraan MK tidak berwenang menolak. Perbaikan permohonan tersebut akan disampaikan kepada majelis hakim, dan follow-up terhadap berkas perbaikan permohonan itu sepenuhnya akan diputuskan oleh Majelis Hakim," ujar Fajar ketika dikonfirmasi secara terpisah, Selasa.
Sebelumnya, Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendatangi MK untuk menambahkan bukti terkait PHPU, Senin sore. Tim tersebut mempersoalkan status jabatan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 01, Ma'ruf Amin, di dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Dengan demikian, lanjut Bambang, Ma'ruf patut diduga melanggar Pasal 227 huruf P Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
"Seorang calon atau bakal calon dia harus menandatangani satu informasi atau keterangan di mana dia tidak boleh lagi menjabat satu jabatan tertentu ketika dia sudah sah mencalonkan atau ketika akan mencalonkan,” kata Bambang di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin.
Undang-undang itu mewajibkan calon presiden atau calon wakil presiden yang menjabat jabatan tertentu di perusahaan berstatus BUMN untuk mengundurkan diri sejak ditetapkan menjadi pasangan calon peserta pemilu.