Selasa 11 Jun 2019 07:00 WIB

BPN Perbaiki Berkas Gugatan ke MK

TKN meminta MK menolak berkas gugatan perbaikan yang diajukan BPN.

Rep: Bambang Noroyono/Febrianto Adi Saputro/ Red: Muhammad Hafil
Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (ketiga kanan) seusai mengajukan perbaikan permohonan sengketa hasil Pilpres 2019 di gedung MK, Jakarta, Senin (10/6/2019).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (ketiga kanan) seusai mengajukan perbaikan permohonan sengketa hasil Pilpres 2019 di gedung MK, Jakarta, Senin (10/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tim hukum pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno membeberkan lima kategori kecurangan pasangan pejawat capres-cawapres Joko Widodo (Jokowi)-Maruf Amin dalam Pilpres 2019. Lewat perbaikan bekas gugatan hasil pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (10/6)  Badan Pemenangan Nasional (BPN) 02 optimistis peradilan mampu mendiskualifikasi paslon 01.

Kuasa Hukum BPN Bambang Widjajanto menerangkan, lima bentuk kecurangan yang dilakukan paslon 01 selama tahun politik menuju Pilpres 2019. Pertama kata dia, terjadinya penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan program-program pemerintah untuk kepentingan politik pasangan pejawat. Kedua, penyalahgunaan birokrasi dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk kepentingan politik Jokowi-Maruf.

Baca Juga

Ketiga aparatur sipil negara (ASN) yang tak netral, termasuk penggunaan peran kepolisian dan intelijen oleh pejawat untuk kepentingan politik 01. Dan keempat pembungkaman dan pembatasan media dan pers pemberitaan yang dilakukan oleh pejawat. Serta terakhir adanya sikap diskrimasi dan perlakuan juga penyalahgunaan perangkat penegakan hukum oleh pejawat, untuk kepentingan politik dalam Pilpres 2019.

Bambang menyebutkan, lima jenis kecurangan yang dilakukan oleh paslon 01 tersebut bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (tsm). Kata dia, kecurangan yang bersifat tsm tersebut, merupakan pelanggaran atas dasar-dasar pemilihan umum jujur dan adil yang diharuskan dalam Pasal 22 E ayat 1 UUD 1945. Ragam kecurangan tersebut, Bambang kategorikan sebagai bukti-bukti kuantitatif dan dianggap sebagai penyalahgunaan kekuasaan.

“Sepintas tampak biasa sehingga terkesan absah. Akan tetapi bila dikaji mendalam, terlihat tujuan (dari penyalahgunaan kekuasaan itu) untuk memengaruhi pemilih dalam Pilpres 2019,” kata Bambang dalam rilis resmi BPN yang diterima wartawan di Jakarta, Senin (10/6). Tak cukup dengan bukti-bukti kuantitatif, Bambang mengatakan, tim pengacara Prabowo-Sandiaga juga membawa segudang bukti-bukti kecurangan kualitatif.

Juga terjadinya praktik manipulasi dokumen formulir rekapitulasi pemilihan dari tempat-tempat pemungutan suara atau C-1. Sampai bentuk kecurangan yang berujung pada manipulasi pencatatan suara dalam situs penghitungan (situng) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Dengan bukti-bukti dan saksi-saksi yang kami kuatkan, kami yakin gugtan sengketa hasil Pilpres 2019 akan memenangkan pasangan calon 02 (Prabowo-Sandiaga),” sambung Bambang.

Bambang melanjutkan, selain mengajukan perbaikan berkas permohonan gugatan dengan menambahkan ragam bukti kecurangan, BPN pun memberikan satu fakta hukum baru kepada MK agar dapat mendiskualifikasi Jokowi-Maruf dari hasil Pilpres 2019. Fakta hukum yang diajukan kali ini, yakni menyangkut  cawapres Jokowi, yakni Maruf Amin. Kata Bambang, Maruf Amin, sampai hari ini masih tercatat sebagai Ketua Dewan Pengawas Syariah pada dua institusi usaha perbankan milik pemerintah.

Sementara, Wakil Ketua Tim Hukum Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Arsul Sani mengungkapkan bahwa di dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 4 Tahun 2018 dan PMK Nomor 1 Tahun 2019 tidak dijelaskan mengenai masa perbaikan permohonan oleh pemohon untuk Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres. Hal itu berbeda dengan PHPU untuk sengketa pemilihan legislatif (Pileg).

"Terkait dengan ini, TKN ingin menyampaikan sikap agar MK menolak seluruh perbaikan yang diajukan oleh paslon 02 selaku pemohon melalui kuasa hukuimnya," ujar Arsul di Posko Cemara, TKN Jokowi-Ma'ruf, Senin (10/6).

Alasannya, karena dua hal tersebut tidak diatur di dalam kedua aturan tersebut. Sehingga menurutnya yang harus dianggap sebagai materi permohonan dalam sengketa PHPU apa yang sudah didaftarkan pada 24 Mei 2019 malam lalu.

"Paling tidak, kami sampaikan tidak dimungkinkan, atau seyogyanya tidak diperbolehkan adanya penambahan dalil atau materi permohonan dalam sengketa PHPU presiden dan wakil presiden ini," ujarnya.

Ia berharap MK tegas menyikapi persoalan. Namun jika yang diperbaiki dalam permohonan tersebut hanya perbaikan redaksional, Arsul menilai tidak masalah selama tidak mengubah substansi.

"Kalaupun itu diperkenankan, itu perbaikan redaksional saja. Bukan menambah permohonan, subtansi, dalil yang terkait dengan subtansi perkara. Itu yang kita harapkan," ujar anggota Komisi III DPR itu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement