REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara terhadap mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan. Karen juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan.
"Mengadili, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi sebagaimana dakwaan," kata Ketua Majelis Hakim Emilia Djaja Subagja saat membacakan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (10/6).
Vonis terhadap Karen ini lebih rendah daripada tuntutan jaksa. Dalam tuntutannya, jaksa meminta Karen dihukum selama 15 tahun penjara serta denda Rp 1 Miliar subsider 6 bulan kurungan.
Dalam putusan Majelis Hakim, Karen terbukti mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT Pertamina atau pedoman investasi dalam Participating Intersert (PI) atas Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.
Karen telah memutuskan melakukan investasi PI di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan kajian terlebih dulu. Perbuatan Karen ini memperkaya Roc Oil Company Ltd Australia. Dan berdasarkan perhitungan Kantor Akuntan Publik Drs Soewarno, negara merugi hingga Rp 586 miliar atas perbuatan Karen.
Tindak pidana korupsi dilakukan Karen bersama-sama dengan mantan Direktur Keuangan Pertamina Ferederick Siahaan, mantan Manager Merger dan Akuisisi Pertamina Bayu Kristanto serta Legal Consul dan Compliance Pertamina, Genades Panjaitan. Hakim menyakini, Karen telah menyalahgunakan jabatan untuk melakukan investasi.
"Bahwa setelah SPA (Sale Purchase Agreement) ditantangani, dewan komisaris mengirimkan surat memorandum kepada dewan direksi perihal laporan rencana investasi. Dalam memorandum tersebut, kekecewaan dewan komisaris karena SPA ditandatangani tanpa persetujuan dewan komisaris terlebih dahulu, sehingga melanggar anggaran dasar Pertamina," kata hakim Emilia.
Meskipun divonis 8 tahun penjara, dari lima orang majelis hakim terdapat satu orang hakim yang disenting opinion. Hakim Anwar menyatakan, Karen Agustiawan tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus korupsi blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia.
"Menyatakan terdakwa Karen Agustiawan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan dakwaan primer dan subsider," ujar hakim Anwar.
Anwar menilai, terdapat perbedaan pendapat antara Karen selaku Dirut PT Pertamina dengan jajaran komisaris. Menurutnya, jajaran direksi berkeinginan untuk mengembangkan Pertamina dengan cara akusisi dan semata untuk menambah cadangan minyak Pertamina.
"Perbedaan pendapat tersebut tidak dapat dikatakan perbuatan menyalagunakan hukum dan kewenangan, karena pembuatan keputusan yang tepat guna adalah direksi bukan di komisaris. Bisni migas penuh dengan tidakpastian karena tidak ada yang bisa menentukan cadangan minyak tengah laut," tegas hakim Anwar.
"Dengan demikian tidak dapat disebut merugikan keuangan negara, karena terdakwa dan jajaran direksi lain dalam rangka melakukan bisnis dan usaha Pertamina, namanya bisni ada risiko dan ruginya, namanya risiko bisnis sehingga kerugian tidak serta merta kerugian negara," kata dia menambahkan.
Karen terbukti melanggar Pasal 3 ayat 1 Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Menanggapi putusannya, Karen menyatakan akan mengajukan banding. "Kami secara tegas juga menyatakan banding. Mohon kalau bisa supaya salinan putusan dipercepat," tambah kuasa hukum Karen, Soesilo Ariwibowo. Sama seperti Karen dan kuasa hukumnya, JPU juga mengajukan banding atas putusan Karen.
Usai persidangan Karen kembali menegaskan dalam persidangannya telah dibuktikan tidak ada fraud tidak ada aliran dana hanya digunakan swasta yang dibuat-buat seolah-olah tidak due dilligence. "Saya ingatkan Direktur BUMN walaupun niatnya baik tidak ada kerugian negara oleh baik tidak ada fraud masih bisa dikriminalisasi yang paling penting disampaikan pejabat-pejabat BUMN yang masih aktif. Saya harusnya benar. Saya tidak mengerti kenapa bisa 8 tahun," tutur Karen.