Jumat 07 Jun 2019 15:24 WIB

Beberapa Desa di Banyumas Mulai Alami Krisis Air Bersih

Warga di beberapa desa mulai mengeluhkan kesulitan air bersih.

Rep: Eko Widiyatno / Red: Ratna Puspita
Kemarau sebabkan krisis air bersih di Kabupaten Banyumas.
Foto: Republika/Bowo S Pribadi
Kemarau sebabkan krisis air bersih di Kabupaten Banyumas.

REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Kemarau yang berlangsung sejak beberapa waktu lalu mulai menimbulkan bencana kekeringan di Kabupaten Banyumas. Koordinator Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Kabupaten Banyumas, Kusworo, menyebutkan warrga di beberapa desa mulai kesulitan air bersih.

"Sudah sejak akhir Ramadhan lalu, beberapa desa memang sudah mengalami kekeringan," kata dia, Jumat (7/6). Untuk itu, pihak BPBD juga sudah mulai mengirim pasokan air bersih ke beberapa desa tersebut.

Baca Juga

Menurutnya, desa-desa yang warganya mulai mengalami kesulitan mendapat air bersih, antara lain Desa Nusasadi Kecamatan Sumpiuh, Desa Karanganyar Kecamatan Patikraja, Desa Karangtalun Kecamatan Purwojati, Desa Kediri Kecamatan Karanglewas. "Desa-desa tersebut, selama ini memang sudah menjadi langganan kekeringan. Begitu kemarau berlangsung, beberapa pekan kemudian pasti akan mengalami kesulitan air bersih," katanya.

Selain warga di beberapa desa, Kusworo juga menyebutkan, kemarau telah menyebabkan pelayanan di Puskesmas II Sumpiuh kesulitan mendapat air bersih. "Puskesmas ini, juga sudah kami droping air bersih. Kondisi ini memang selalu dialami Puskesmas Sumpiuh II setiap kali musim kemarau," kata dia.

Terkait kondisi libur lebaran seperti sekarang, Kusworo menyebutkan, TRC BPBD Banyumas selalu siaga melayani masyarakat. Termasuk, melayani permintaan air bersih.

"Kami siaga 24 jam sehari selama 7 hari sepekan. Kalau ada warga desa yang mengalami kesulitan air bersih, silakan ajukan permintaan pasokan air bersih. Pasti akan kami layani," katanya.

Selain menimbulkan persoalan kebutuhan air bersih, musim kemarau yang baru berlangsung beberapa pekan ini telah menyebabkan petani di beberapa wilayah kesulitan mendapatkan air untuk tanamannya. Mereka harus bergiliran mengairi sawahnya dengan air irigasi, karena pasokan air yang mencukupi.

Di Desa Pegalongan, Kecamatan Patikraja, para petani yang sudah menyebar benih kesulitan mendapatkan air untuk sawahnya. "Saya sudah menyebar benih, tapi tidak tahu apakah akan bisa tanam atau tidak. Soalnya, pasokan air irigasi sudah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan seluruh areal sawah di desa kami," kata Tarsun (70), warga desa setempat.

Menurutnya, untuk mendapatkan air bagi tanamannya, para petani harus menggilir air irigasi. Sementara debit air irigasi yang masih mengalir sudah sangat sedikit sehingga harus menunggu cukup lama agar bidang sawahnya bisa terisi air.

Pada musim kemarau, biasanya para petani akan menggunakan mesin pompa untuk menyedot air dari sungai dan dialirkan ke sawahnya. Masalahnya, kalau petani meneruskan budidaya padi yang sudah disemai maka biaya yang dikeluarkan hingga musim panen akan menjadi sangat besar.

"Kalau menyedot airnya hanya pada saat tanaman padi sudah menjelang berbuah, biaya yang kami keluarkan untuk biaya sedot air tidak akan terlalu besar. Tapi kalau kami harus menyedit air sejak musim tanam sampai panen, tentu biayanya menjadi sangat besar. Tidak sebanding dengan hasil panen," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement