REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menilai, silaturahim merupakan suatu bentuk budaya yang perlu disebarluaskan di Tanah Air. Tidak hanya dengan latar belakang agama, tetapi juga sosial kemasyarakatan.
Menurut dia, Islam mengajarkan, makna silaturahim secara khusus ialah mempertautkan atau menjadikan antarorang kembali bersaudara. Silaturahim berarti mencari persamaan di atas perbedaan. Apalagi, seluruh umat manusia berasal dari sumber yang sama, yakni sebagai keturunan Nabi Adam AS.
"Jadi, silaturahim bukan mempertautkan hubungan yang biasa. Silaturahim yang lebih mendalam menghubungkan persaudaraan yang terputus," kata Haedar nasir di Kantor PP Muhammadiyah beberapa waktu lalu.
Dia mengakui, alasan terputus hubungan persaudaraan bisa bermacam-macam. Bagaimanapun, meruncingnya perbedaan terjadi tidak lain karena dorongan hawa nafsu. Artinya, masing-masing kubu cenderung menjadikan hawa nafsu itu pusat dalam diri.
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang yang cenderung berlebihan. Misalnya, seseorang tidak suka dengan orang lain. Ketidaksukaannya itu sedemikian ekstrem sehingga menganggap apa-apa yang dilakukan orang lain itu salah.
Sebaliknya, ada pula kecenderungan terlalu fanatik dalam menyukai seseorang. Apa-apa yang dilakukan orang itu menjadi benar di matanya.
Karena itu, Haedar menekankan, silaturahim adalah perkara yang tidak mudah. Apalagi dalam konteks kebangsaan. Menurut dia, saat ini ada banyak hal yang tercerabut dari tubuh kolektif bangsa Indonesia sehingga saat terjadi konflik sulit kembali pulih.
"Sehingga, penting menautkan kembali hubungan-hubungan dalam kehidupan, dan mewujudkan itu kekuatan spiritual tetap penting dalam kehidupan berbangsa," ujar Haedar.