REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Di penghujung Ramadan 2019, keberadaan timun suri masih terlihat mewarnai lapak-lapak penjualan buah-buahan di Kabupaten Purwakarta. Biasanya, buah khas bulan puasa itu sudah tak terlihat seiring dengan berlalunya bulan penuh berkah ini. Akan tetapi, saat ini timun suri masih bisa dijumpai di lapak para pedagang buah.
Muhammad Madi, pedagang buah-buahan di Jl Raya Sadang-Campaka, Kabupaten Purwakarta, mengaku penjualan timun suri tahun ini lesu. Biasanya, di penghujung Ramadhan timun suri sudah habis terjual. Tetapi saat ini stok timun surinya masih cukup banyak.
"Tahun kemarin penjualan timun suri mencapai 100 kilogram per hari. Tetapi tahun ini menurun 50 persen," ujar Madi kepada Republika, Senin (3/6).
Menurut pria berusia 29 tahun itu, timun suri dijual seharga Rp 10 ribu per kilogram. Harga ini mengalami penurunan dari sebelumnya Rp 15 ribu per kilogram.
Alasan mengapa harga diturunkan adalah supaya warga tertarik membeli buah yang warna kulitnya hijau dan kekuningan ini. Namun, upaya penurunan tetap tak menarik minat pembeli.
"Mau bagaimana lagi, harga sudah diturunkan tapi yang beli jarang. Sepertinya sudah pada mudik," ujar pria kelahiran Cirebon ini.
Kondisi sebaliknya terjadi pada buah-buahan impor. Di saat penjualan buah lokal khas ramadan seperti timun suri mengalami penurunan harga, buah impor justru mengalami kenaikan harga.
Anggur merah yang tadinya Rp 30 ribu saat ini naik jadi Rp 70 ribu per kilogramnya. Apel fuji dari Rp 25-30 ribu saat ini menjadi Rp 35 ribu per kilogramnya. Lengkeng bangkok dari Rp 30 ribu menjadi Rp 45 ribu per kilogramnya.