Rabu 05 Jun 2019 02:02 WIB

Peneliti: Stunting Hambat Terciptanya Generasi Emas

Kemungkinan anak dari keluarga perokok menjadi stunting lebih besar.

Upaya mencegah stunting (ilustrasi)
Foto: Kemenkominfo
Upaya mencegah stunting (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajer Riset dan Konsultasi organisasi bidang pangan dan gizi kerja sama menteri-menteri pendidikan se-Asia Tenggara atau Southeast Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO) Regional Centre for Food and Nutrition (RECFON) Grace Wangge mengatakan stunting menghambat terciptanya generasi emas pada 2045. Saat ini, stunting masih jadi masalah gizi utama bagi bayi dan anak di bawah usia lima tahun di Tanah Air. 

“Kondisi itu harus segera dientaskan karena akan menghambat generasi emas pada 2045," ujar Grace dalam konferensi pers di Jakarta, beberapa waktu lalu. 

Baca Juga

Dia menambahkan anak-anak dari Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur menjadi paling rawan terkena stunting. Di Indonesia, hanya Provinsi Bali yang bebas dari "stunting".

Peneliti utama SEAMEO RECFON Umi Fahmida, mengatakan belanja rokok di rumah tangga di Tanah Air mencapai 12,4 persen dari pengeluaran rumah tangga. Hal itu setara dengan dengan jumlah uang yang dikeluarkan untuk membeli sayur-mayur (8,1 persen) serta telur dan susu (4,3 persen).

Jika pengeluaran rokok sebanyak 12, 4 persen itu disisihkan, maka akan sangat berkontribusi untuk keragaman pangan yang bermanfaat bagi peningkatan gizi anak.

"Uang itu bisa dibelikan sesuatu yang berguna, mungkin dibelikan telur, ikan sayur dan buah. Tentu sangat penting bagi kecerdasan dan kesehatan anak," kata Umi.

Berdasarkan hasil analisis data Indonesian Family Life Survey (IFLS) menyebutkan kemungkinan anak dari keluarga perokok menjadi stunting lebih besar dari anak keluarga tanpa perokok. Selain itu, berdasarkan studi dari Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Universitas Indonesia, anak-anak dari keluarga perokok kronis memiliki kecenderungan untuk tumbuh lebih pendek dan lebih ringan dibandingkan dengan anak dari keluarga tanpa perokok.

Daerah percontohan

photo
[Ilustrasi] Pemkab Lombok Barat bersama Dompet Dhuafa dan Kimia Farma meresmikan operasional klinik apung di Pelabuhan Lembar, Lombok Barat, NTB, Kamis (4/4). (Republika)

Stunting adalah sebuah kondisi di mana tinggi badan seseorang jauh lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang seusianya. Penyebab utama stunting adalah kekurangan gizi kronis sejak bayi dalam kandungan hingga masa awal anak lahir yang biasanya tampak setelah anak berusia dua tahun.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat Rachman Sahnan Putra menyebutkan pemerintah pusat telah menetapkan Kabupaten Lombok Barat bersama tiga daerah lain di Indonesia sebagai daerah percontohan penanganan kasus stunting pada 2017. Pemerintah pusat menilai program, terobosan dan komitmen dari para kepala daerah tersebut sangat baik dalam hal penanganan stunting.

Kabupaten Lombok Barat menjadi yang pertama secara progres mampu menurunkan angka kasus stunting secara signifikan. Angka kasus stunting di Lombok Barat pada 2007 mencapai 49 persen. 

Dinas Kesehatan kemudian terus berinovasi menurunkan angka tersebut. Beberapa inovasi yang telah dilakukan, di antaranya sensus terhadap seluruh bayi di bawah lima tahun (balita) di Lombok Barat, inovasi Gerakan Masyarakat Sadar Gizi (Gemadazi), Gerakan Masyarakat 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), dan upaya penguatan sistem melalui e-Puskesmas, e-Pustu, e-Poskesdes dan e-Posyandu.

Dengan dukungan bupati serta keterlibatan lintas sektor, angka kasus stunting dapat turun menjadi 32 persen pada 2016. Data terakhir menunjukkan, pada Februari 2019, angka kasus stunting di Lombok Barat dapat ditekan menjadi 25,04 persen.

Angka tersebut kini di bawah rata-rata nasional. Pemkab Lombok Barat melalui Dinas Kesehatan menargetkan mampu menurunkan angka stunting menjadi 15 persen pada 2020 sehingga target "Lombok Barat Bebas Stunting pada 2024" dapat tercapai.

"Dalam upaya penurunan stunting, kita berharap agar koordinasi lintas program dan lintas sektor semakin kuat dan efektif sehingga percepatan penurunan angka stunting di Lombok Barat semakin cepat. Hanya satu-satunya cara, yaitu dengan menitik pusatkan seluruh program di Kabupaten Lombok Barat dengan kuat," ucap Rachman.

Belajar dari Lombok Barat

photo
Petugas Kesehatan Puskesmas Muara Dua melakukan pemeriksaan stunting anak meliputi status gizi, berat badan dan tinggi badan. (ANTARA)

Delegasi World Bank (Bank Dunia) dari beberapa negara seperti Maroko, Kamboja, dan Timor Leste didampingi perwakilan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) berkunjung ke Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, untuk mempelajari proses penanganan stunting. Kedatangan sebanyak 17 orang delegasi tersebut disambut oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Lombok Barat, Mohammad Taufiq, yang didampingi Kepala Dinas Kesehatan, Kabupaten Lombok Barat, H Rachman Sahnan Putra, di Lombok Barat, bulan lalu.

"Atas nama Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, kami mengapresiasi para delegasi yang memilih Kabupaten Lombok Barat sebagai tempat kajian mengenai stunting," kata Mohammad Taufik, sebelum mendengar pemaparan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat, H Rachman Sahnan Putra.

Para delegasi dari Maroko, Kamboja, dan Timor Leste, akan berada di Kabupaten Lombok Barat selama beberapa hari. Mereka akan mengunjungi beberapa desa untuk melihat langsung aktivitas para tenaga kesehatan yang nantinya akan diterapkan di negara mereka.

Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Bappenas Pungkas Bahjuri Ali mengatakan Pemerintah Indonesia menjadikan program percepatan penurunan anak kerdil sebagai prioritas nasional dan menyusun sebuah strategi nasional. Ini juga mendukung tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).

Dia mengatakan, anak kerdil menjadi ancaman besar bagi pembangunan manusia di Indonesia akibat berkurangnya produktifitas anak ketika dewasa.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement