REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati menyampaikan, jumlah sampah plastik semakin meningkat dalam 10 tahun terakhir. Tercatat dari 11 persen pada 2005 menjadi 15 persen pada 2015.
Menurutnya, sumber utama sampah plastik berasal dari kemasan makanan dan minuman, kemasan consumer goods, kantong belanja, serta pembungkus barang lainnya. “Dari total timbunan sampah plastik, yang didaur ulang diperkirakan baru 10-15 persen saja, 60-70 persen ditimbun di TPA, dan 15-30 persen belum terkelola dan terbuang ke lingkungan, terutama ke lingkungan perairan seperti sungai, danau, pantai, dan laut,” kata Rosa Vivien, dikutip dari laman Setkab, Selasa (28/5).
Ia menjelaskan, sampah yang dibuang dan ditimbun di tanah akan mengalami proses pembusukan atau dekomposisi sehingga berpotensi mencemari tanah. Yang lebih berbahaya, kata dia, sampah plastik berasal dari senyawa logam berat yang bersifat racun dan penyebab kanker seperti merkuri, timbal, dan cadmiun.
Sementara, lanjut Rosa, sampah yang dibuang ke sungai, danau, atau laut dapat mengganggu keseimbangan ekosistem dan menjadi penyebab kematian binatang air yang terperangkap sampah plastik. Selain itu, tumpukan sampah ini juga dapat menjadi penyebab terjadinya genangan dan banjir.
Ia mengatakan, amanat utama pengelolaan sampah dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah mengubah paradigma pengelolaan sampah dari kumpul-angkut-buang menjadi pengurangan di sumber (reduce at source) dan daur ulang sumber daya (resources recycle).
“Pendekatan yang tepat yang selama ini dijalankan adalah dengan mengimplementasikan pendekatan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), tanggung jawab produsen yang diperluas (Extended Producer Responsibility, EPR), pengolahan dan pemanfaatan sampah menjadi sumber daya, baik sebagai bahan baku maupun sumber energi terbarukan, serta pemrosesan akhir sampah di TPA yang berwawasan lingkungan,” jelasnya.