Kamis 23 May 2019 18:57 WIB

Tim Medis Jadi Korban, Pakar Usulkan Bentuk Tim Investigasi

Sebelumnya, tim medis Dompet Dhuafa mendapat perlakuan represif dari oknum polisi

Rep: Ali Mansur/ Red: Hasanul Rizqa
Praktisi Hukum, Abdul Fickar Hadjar
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Praktisi Hukum, Abdul Fickar Hadjar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penanganan kericuhan pada aksi 22-23 Mei 2019 di Jakarta diketahui menimbulkan kerugian bagi pihak relawan kesehatan. Seperti diketahui, lembaga kemanusiaan Dompet Dhuafa membenarkan adanya perlakuan represif oleh sejumlah oknum kepolisian atas tim relawan medisnya.

Berdasarkan kronologis yang diterima Republika.co.id, Kamis (23/5), penyerangan terhadap tim medis Dompet Dhuafa itu terjadi pada dini hari ini di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat.

Baca Juga

Menurut pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, tindakan aparat kepolisian itu tidak menghormati misi kemanusiaan sebagaimana mestinya. Seharusnya, dalam setiap peristiwa konflik, relawan kemanusiaan mendapatkan perlindungan. Bahkan, dia mencontohkan, dalam situasi perang dunia sekalipun Palang Merah--sebagai representasi relawan medis--tidak boleh diserang.

"Ini benar-benar tidak menghargai misi kemanusiaan. Dalam perang saja seperti itu ada hukum internasional yang dihormati. Apalagi, ini cuma menjaga unjuk rasa," ujar Abdul Fickar saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (23/5).

Oleh karena itu, dia menegaskan perlunya membentuk tim imvestigasi oleh Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Tujuannya untuk mengusut peristiwa penyerangan yang menimpa tim Dompet Dhuafa.

Dia juga menyerukan agar semua pihak dapat menghentikan tindak kekerasan, khususnya sehubungan dengan aksi massa di Jakarta. "Polri diharapkan tidak melakukan tindakan yang represif dan kontra produktif bagi penegakan dan pemenuhan HAM,” ujar alumnus Lembaga Bantuan Hukum Indonesia itu.

Sebelumnya, Abdul Fickar bersama dengan kalangan Alumnni LBH-YLBHI menyerukan agar para demonstran menyampaikan aspirasinya secara bertanggung jawab. Selain itu, pihaknya meminta baik para pengunjuk rasa maupun aparat tidak melakukan perbuatan yang berpotensi melanggar hukum.

Kekecewaan terhadap hasil pemilihan umum disalurkan pada kanal hukum yang tersedia yakni melalui Badan Pengawas Pemilu Umum (Bawaslu) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Mekanisme itu, lanjut mereka, disediakan agar demokrasi dapat berjalan secara terarah.

“Patut menjadi perhatian semua untuk melakukan evaluasi sistem pemilihan umum ke depan terutama pemilihan presiden agar berjalan dengan jujur dan adil. Selain itu Presiden Joko Widodo juga kami minta tidak diam saat situasi seperti ini. Berikan kepastian keamanan dan perlindungan,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement