Kamis 23 May 2019 07:37 WIB

30 Tempat Sampah Elektronik Disebar di Jakarta

Sampah elektronik jangan dibuang sembarangan karena berbahaya

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bilal Ramadhan
Warga melintas didepan kotak penampungan sampah elektronik (e-waste) di Halte Transjakarta Kampung Melayu, Jakarta, Jumat (11/5).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Warga melintas didepan kotak penampungan sampah elektronik (e-waste) di Halte Transjakarta Kampung Melayu, Jakarta, Jumat (11/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menyediakan kotak sampah elektronik (drop box e-waste) yang tersebar di 30 titik Ibu Kota. DLH DKI Jakarta mengajak masyarakat untuk mengumpulkan sampah elektronik (e-waste) karena bisa mencemari lingkungan jika dibuang sembarangan.

"Masyarakat harus mengetahui benda apa saja di rumah mereka yang termasuk sampah elektronik. Jangan sampai dibuang sembarangan karena termasuk limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun)," kata Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Rosa Ambarsari, di Jakarta, Rabu (22/5).

Rosa mengatakan, belum semua masyarakat tahu dan paham sampah elektronik tidak hanya berdampak terhadap pencemaran lingkungan. Sampah elektronik bisa berdampak terhadap kesehatan jika tidak diolah dengan benar, misalnya jika dibakar.

Selain mengedukasi masyarakat, DLH DKI Jakarta yang sudah memulai program pengolahan e-waste pada Maret 2017 kini telah menyediakan sarana untuk mengumpulkan sampah elektronik. Sarana tersebut berupa pengumpulan melalui kotak sampah elektronik (drop box e-waste) yang tersebar di 30 titik, pengumpulan melalui suku dinas lingkungan hidup, dan layanan jemput.

"Drop box ada di 10 halte Transjakarta, Stasiun Kereta Api Juanda dan Cikini, Balai Kota, saat car free day di Bundaran HI, sekolah, dan kantor. Kalau ada kantor yang minta drop box juga bisa kita kasih," kata Rosa.

Ada juga layanan jemput untuk sampah elektronik ukuran besar, seperti TV dan mesin cuci yang berat. Warga bisa mengisi formulir di situs DLH Jakarta lalu buat perjanjian dan akan dijemput. Rosa mengatakan, sampah elektronik yang telah dikumpulkan akan disimpan sementara di gudang yang ada di DLH DKI Jakarta.

Nantinya, e-waste tersebut akan dikelola pihak ketiga yang sudah diberi izin pengolahan sampah elektronik oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH). "Ini dilakukan untuk menghindari pengolahan e-waste ilegal dengan alat dan bahan pengolahan seadanya yang justru membahayakan orang tersebut," ujar dia.

Menurut data DLH DKI Jakarta, jumlah e-waste yang paling banyak diterima berasal dari pengumpulan Suku Dinas (Sudin) Lingkungan Hidup. Pada 2017 Sudin Lingkungan Hidup menyumbang sebanyak 12.722 sampah elektronik. Jumlahnya meningkat sebanyak 27.610 pada 2018.

Sementara itu, menurut Rosa, jumlah sampah elektronik pada 2019 makin meningkat karena gudang penyimpanan sudah melebihi kapasitas. Meski begitu, dia baru akan mengetahui angka pasti jumlah e-waste setelah pengangkutan dilakukan oleh pengelola Juli mendatang.

Berdasarkan data dari UNEP (Program Lingkungan Hidup PBB), masyarakat dunia menghasilkan 44,7 juta ton sampah elektronik pada 2016 dan terus meningkat tiga sampai empat persen setiap tahun. Pada 2021, jumlah sampah elektronik diperkirakan mencapai 52 juta ton.

Warga merasa terbantu dengan adanya kotak sampah pembuangan barang elektronik. Winda (24 tahun) mengatakan, kotak tersebut membantunya membuang barang elektronik tak terpakai secara aman, seperti kabel data, kabel charger handphone, headphone, serta memori hard disk yang sudah rusak. Ia mengetahui sampah elektronik sangat berbahaya jika dibuang sembarangan.

"Setahuku enggak bisa buang barang elektronik sembarangan. Ada merkuri dan kandungan berbahayanya," ujar Winda saat ditemui Republika di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (22/5).

Ia mengaku selama ini tidak berani membuang sampah elektronik sehingga hanya menyimpannya di rumah. Namun, jika terlalu lama disimpan, sampah tersebut bisa berbahaya juga.

Selain itu, ia juga khawatir bisa merusak lingkungan. Jika ditimbun di dalam tanah, sampah tersebut bisa merusak air tanah dan tumbuh-tumbuhan. Bila dibuang ke sungai, sampah elektronik bisa merusak habitatnya.

Winda juga mengatakan, selama ini sebenarnya ia tahu kotak sampah elektronik di sejumlah halte Transjakarta. Namun, karena tempat sampah elektronik jauh dari rumahnya, ia kesulitan dan sering lupa membawa sampah elektronik. Namun, ia merasa terbantu karena kotak sampah elektronik disediakan di kantornya, Balai Kota, sehingga sampah elektronik sudah bisa ditangani dengan baik oleh DLH.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement