Rabu 22 May 2019 12:43 WIB

MK: Ada Tiga Hal Tentukan Terkabulnya Sengketa Hasil Pilpres

Jubir MK menyebut alat bukti yang diajukan bisa bermacam-macam.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar Laksono, mengatakan ada tiga hal yang bisa menentukan terkabul atau tidaknya permohonan yang diajukan pasangan capres-cawapres terkait perselisihan hasil pemilu (PHPU). Ketiga hal tersebut yakni alat bukti, fakta persidangan dan keyakinan hakim.

"Prinsip umumnya sama, siapa yang mendalilkan, maka dia harus membuktikan apa yang didalilkan sehingga bisa meyakinkan majelis hakim," ujar Fajar ketika dikonfirmasi, Rabu (22/5).

Baca Juga

Fajar mengatakan alat bukti yang diajukan bisa bermacam-macam, seperti keterangan surat atau tulisan, keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan pihak terkait, keterangan pihak lain dan juga petunjuk. Surat atau tulisan, kata dia, bisa berupa dokumen hasil rekapitulasi dari KPPS sampai KPU tingkat pusat, surat keputusan KPU tentang penetapan hasil Pilpres dan dokumen lainnya.

"Perolehan alat bukti surat atau tulisan ini harus bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Sementara saksi dan ahli bisa diajukan oleh pemohon, termohon dan pihak terkait namun yang relevan dengan perkara yang disengketakan," jelas dia.

Sementara itu, fakta persidangan lebih terkait dengan alat bukti petunjuk yang merupakan hasil pengamatan hakim terhadap rangkaian data, perbuatan, dan peristiwa yang sesuai dengan alat bukti lainnya. "Yang paling akhirnya nanti adalah keyakinan para hakim untuk memutuskan perkara tersebut, apakah dikabulkan seluruhnya atau ditolak. Tentunya keyakinan hakim ini mempertimbangkan alat bukti dan fakta-fakta persidangan," tutur dia.

Menurut Fajar, jika alat-alat bukti dan fakta persidangan bisa meyakinkan hakim MK, maka hakim MK bisa saja mengabulkan permohonan pemohon. Jika dikabulkan, maka keputusan hakim MK bisa meminta untuk dilakukan penghitungan suara ulang, pemungutan suara ulang atau menetapkan langsung perolehan suara yang benar menurut hakim.

"Namun, jika pemohon tidak bisa membuktikan dalilnya, maka MK kemungkinan menolak gugatan tersebut. Dari pengalaman sebelumnya, yakni sejak 2004, 2009 dan 2014, belum ada gugatan sengketa Pilpres yang dikabulkan MK karena pemohon tidak bisa membuktikan dalil-dalilnya," ungkapnya.

Karena itu, Fajar mengimbau agar peserta pemilu yang mengajukan sengketa hasil ke MK harus menyiapkan data-data yang akurat dan relevan serta argumentasi yang bisa menyakinkan hakim MK. Jika disebutkan adanya kecurangan yang mempengaruhi hasil pemilu, maka harus  detail, lokasi kecurangannya, bentuk kecurangan, dan dampaknya terhadap suara.

"Jangan hanya sekedar klaim atau asumsi saja, harus siapkan alat bukti, argumentasi dan saksi untuk meyakinkan hakim MK," tegasnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement